Assalaamu Alaikum
Warakhmatullaahi Wabarakaatuh
Masalah Bid’ah sering
menjadi perdebatan di kalangan ummat Islam , antara yang mana Bid’ah yang boleh dilakukan dan mana yang tidak
boleh dilakukan . Pada awalnya sebenarnya pengertian Bid’ah itu
adalah suatu hal yg negatif , yaitu melakukan sesuatu yg baru dalam urusan
agama yang tidak pernah diperintahkan
Rasulullah . Dasar dari pengertian
bid’ah ini bersumber dari hadis sebagai
berikut :
Telah menceritakan kepada
kami Ya’qub , telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin Sa’ad dari
bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata ;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada
perintahnya , maka perkara itu tertolak “.
Diriwayatkan pula oleh ‘Abdullah
bin Ja’far Al makhramiy dan ‘Abdul Wahid bin Abu ‘Aun
dari Sa’ad bin Ibrahim. (HR
Bukhari dg kualitas shahih)
Di dalam perkembangannya
, ternyata banyak hal baru yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah
, namun mempunyai dampak yang baik dan bermanfaat bagi syi’ar agama , misalnya
pembahasan masalah ajaran agama yang ditulis di kitab2
, atau dewasa ini di media internet , semua itu adalah hal baru yg di jaman
Rasulullah tidak dicontohkan ,
namun berdampak baik dan sangat
bermanfaat untuk pengajaran bagi ummat manusia
dan ummat Islam khususnya .
Maka Bid’ah ini pun kemudian secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu :
- Bid’ah Dhalalah (Bid’ah yang sesat)
- Bid’ah Hasanah
(Bid’ah yang baik / tdk tercela)
Demikianlah menurut Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris al syafi’i , Mujtahid besar dan pendiri madzhab Syafi'i , sebagaimana dijelaskan Al-Baihaqi dalam kitabnya , Manaqib al- Syafi’i , I / 469) .
Beliau berkata :
“Bid’ah ada dua macam ; pertama , sesuatu yang baru yang menyalahi Al Qur’an atau sunnah atau ijma’ dan itu disebut bid’ah dhalalah (tersesat) . Kedua , sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi Al Qur’an , sunnah dan Ijma’ , dan itu disebut bid’ah hasanah (bid’ah yang tidak tercela) .
Hadis di atas
jelas sekali bahwa maksudnya adalah sesuatu hal baru yang bertentangan
dengan Al Qur’an dan sunnah .
Jadi sebenarnya ini semua terjadi karena kesalahan dalam menangkap maksud dari ucapan Rasulullah yg diceritakan dalam hadis . Barangkali definisi dan pengertian sunnah itulah yang harus dipahami dengan benar .
SUNNAH ADALAH TINDAKAN , UCAPAN DAN DIAMNYA RASUL ....., ITULAH SUNNAH .
Jadi sunnah Rasulullah itu bukan hanya tindakan dan ucapan , bahkan diamnya Rasul itupun adalah sunnah .
Penjelasannya begini :
- Jika
Rasul melakukan sesuatu atau mengucapkan
suatu perintah untuk melakukan sesuatu , maka
itu berarti apa yg dilakukan atau diperintahkan Rasul tsb adalah
suatu perkara yang mempunyai kekhususan , bisa suatu amalan yang wajib
atau suatu amalan yang mempunyai nilai keutamaan pahala / amalan sunat .
- Jika
Rasul tidak melakukan sesuatu hal atau
tidak memerintahkannya , dan tidak pula melarangnya, maka
itu berarti suatu hal yang
bebas (daerah bebas ) , yang mana boleh dilakukan atau pun boleh juga
ditinggalkan (amalan mubah).
- Jika Rasul tidak melakukan sesuatu hal dan melarang kita melakukannya , maka jelas bahwa itu adalah perkara yang harus ditinggalkan , bisa amalan haram ataupun makruh .
Andaikan seluruh amalan maupun perkara itu berada di daerah yang dibatasi oleh empat persegi panjang , maka amalan wajib , sunat dan haram / dosa adalah berada di dalamnya
Jika dibuat sebuah Pola , maka dapat digambarkan sebagai berikut :
Nah ...... dengan
pola di atas tentu menjadi jelas , bagaimana untuk memahami
sunnah .
YANG DI DALAM BULATAN
BIRU ADALAH AMALAN WAJIB DAN SUNAT
YANG DI DALAM BULATAN
HITAM ADALAH AMALAN HARAM DAN MAKRUH
YANG DI DALAM PERSEGI
PANJANG DAN DI LUAR BULATAN BIRU MAUPUN
HITAM ADALAH AMALAN BEBAS / MUBAH
Bahwa dunia ini isinya
kebanyakan adalah hal – hal yang
halal , sedangkan yang haram atau dilarang
hanyalah sedikit . hal itu tersirat
dari ayat berikut :
Dan Kami berfirman:
"Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang zalim. (QS AL
BAQARAH : 35)
ALLAH dan Rasulnya
memberikan pengajaran dengan metode yang
sangat efektif . Bahwa dunia ini
kebanyakan isinya adalah suatu hal
yang dibolehkan , sedangkan yang dilarang adalah sedikit , sehingga
akan efektif bila yang disebutkan
dalam Al Qur’an adalah hal yang diharamkan yg jumlahnya cuma sedikit .
Seandainya metode nya dibalik , yaitu dengan menyebutkan yang halal .....,
tentu akan menjadi tidak efektif dan AL QUR'AN akan menjadi sangat
tebal .
Misal dalam hal makanan . kebanyakan makanan yang disediakan ALLAH di dunia ini adalah halal , dan hanya sedikit yang diharamkan . karena itu ALLAH dalam AL Qur’an cukup menyebutkan yang haram2 saja , misal dalam ayat2 AL QUR’AN sebagai berikut :
Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka
barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS
AL MAA-IDAH : 3)
Dalam hal perbuatan yang diharamkan misalnya :
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita
yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan
hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain
yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni`mati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS AN
NISAA’ : 23 – 24)
Katakanlah: "Marilah
kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu
yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). (QS AL AN’AAM : 151)
Ajaran Islam itu sudah sempurna dan lengkap , sehingga sebenarnya tidak ada yang perlu diperselisihkan lagi jika kita mengikuti AL QUR’AN dan sunnah Rasulullah .
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”
Dengan berpola
pikir bahwa apa2 yg diharamkan sudah ada di Al Qur’an , dan
sunnah Rasul , maka diluar hal yg diharamkan tsb berarti halal .
Sekarang mari
kita tengok hal2 apa yg menjadi
perdebatan tentang suatu amalan apakah masuk ke dalam bid’ah tercela
apa tidak ? .
perdebatan ini biasanya timbul
akibat adanya pengikut aliran
Wahabi di masyarakat . Apa itu aliran Wahabi pada kesempatan lain akan kita bahas . Sekarang mari kita lihat
beberapa amalan yang menjadi perdebatan di masyarakat .
1.
DZIKIR BERJAMA’AH SEHABIS SHOLAT BERJAMA’AH
Ada kelompok tertentu termasuk Wahabi , yang berpendapat bahwa dzikir berjama’ah itu adalah bid’ah dhalalah . Alasannya simpel saja , bahwa Rasulullah tidak pernah mencontohkan dzikir seperti itu , yakni dzikir yang dipimpin oleh Imam dan makmum tinggal mengaminkannya .
Jika kita mengingat diagram yang kami sajikan di
atas , maka dzikir berjama’ah bisa dikategorikan sebagai amalan yang bebas , karena tidak
masuk ke dalam amalan wajib , sunat
ataupun dosa. Dan dengan berpola pikir bahwa apa2
yg diharamkan sudah ada di Al Qur’an , dan sunnah Rasul , maka
diluar hal yg diharamkan tsb berarti
halal atau boleh dilakukan , karena jelas sekali bahwa dzikir itu bukan perkara yang bertentangan
dengan Al Qur’an . Justru
adalah aneh jika Sholat lebih afdholnya berjama’ah ,
kenapa dzikir berjama’ah menjadi dilarang ? . Bukankah ALLAH lebih menyukai suatu amalan
baik yang dikerjakan secara berjama’ah ? .
Jika alasannya adalah karena masing2 orang punya kebutuhan permohonan yang berbeda
, ya
barangkali bisa berdoa sebagai
doa tambahan setelah Imam selesai
memimpin doa , jangan malah
melarang orang yang berdoa secara berjama’ah .
Jika alasannya adalah
karena Rasulullah tidak pernah
mencontohkan , maka sebenarnya semasa beliau hidup pun banyak amalan baru yang
awalnya berasal dari para sahabat ,
sepanjang amalan tersebut tidak
bertentangan dengan AL QUR’AN , maka Rasulullah
mengijinkannya .
Misal adzan untuk panggilan sholat , yang awalnya adalah usulan dari para sahabat.
Dan ada sebuah
hadis dari sayidina Ali sebagai berikut
:
“Sayidina Ali berkata : “Abu Bakar bila membaca AL QUR’AN dengan suara lirih , sedangkan Umar dengan suara yang keras . Dan Ammar apabila membaca AL QUR’AN mencampur surah ini dengan surah itu . Kemudian hal itu dilaporkan kepada nabi , sehingga beliau bertanya kepada Abu Bakar : “Mengapa kamu membaca dengan suara yang lirih ?” Ia menjawab “ALLAH dapat mendengar suaraku walaupun lirih” . Lalu bertanya kepada Umar : “Mengapa kamu membaca dengan suara keras ? “ Umar menjawab : “Aku mengusir setan dan menghilangkan kantuk” . Lalu beliau bertanya kepada Ammar : “Mengapa kamu mencampur surah ini dengan surah itu ?” , Ammar menjawab : “Apakah engkau pernah mendengarku mencampurnya dengan sesuatu yang bukan AL QUR’AN ? “ . Beliau menjawab : “Tidak” . Lalu beliau bersabda : “Semuanya baik” . (HR. Ahmad) .
APA HIKMAH YANG
DAPAT KITA PETIK DARI HADIS DI ATAS
? , ADALAH : BAHWA
AMALAN BARU, SEPANJANG ITU TIDAK BERTENTANGAN DENGAN AL QUR’AN DAN SUNNAH , DAN SEPANJANG NIATNYA MENCARI
RIDHO ALLAH , MAKA ITU DIBOLEHKAN .
NIAT DALAM HAL INI JUGA MENJADI SUATU HAL YG PENTING , KARENA SUATU AMALAN YG BAIK PUN JIKA DILAKUKAN TIDAK ATAS DASAR NIAT MENCARI RIDHO ALLAH (PERBUATAN RIYA) ,MAKA ITU MENJADI TERTOLAK . NAH .... KETIKA RASULULLAH BERTANYA DAN MENDENGAR JAWABAN ALASAN DARI ABU BAKAR , UMAR DAN AMMAR YANG SEMUANYA ADALAH ATAS DASAR RIDHO ALLAH , MAKA NABI PUN MENGATAKAN BAHWA YANG DILAKUKAN OLEH MEREKA ADALAH BAIK .
Maka dapat
disimpulkan bahwa :
DZIKIR SECARA BERJAMA’AH DENGAN DIPIMPIN OLEH IMAM , ADALAH BID’AH HASANAH
JUSTRU ORANG YANG MENGATAKAN DZIKIR SECARA BERJAMA’AH ITU DILARANG ......, PADAHAL ALLAH DALAM AL QUR’AN TIDAK MELARANGNYA DAN RASULULLAH PUN TIDAK PERNAH MENGATAKAN BAHWA HAL TSB DILARANG ....., MAKA PENDAPAT SEPERTI ITU ADALAH TERMASUK BID’AH DHALALAH , KARENA MENGADAKAN PERKARA / HUKUM BARU YANG TIDAK PERNAH ALLAH DAN RASULNYA PERINTAHKAN
2..
TAHLILAN
Tahlilan adalah
tradisi yg berisi memperingati
wafatnya seseorang dengan tujuan
mendoakannya agar mendapat ampunan dari ALLAH , dan biasanya
diawali dengan membaca Al
Qur’an secara bersama – sama .
Apakah Tahlilan
masuk dalam bid’ah dhalalah (tercela) atau masuk
ke dalam bid’ah hasanah ? .
Kelompok tertentu yang
mengatakan bahwa Tahlilan masuk dalam
bid’ah dhalalah , alasannya
adalah bahwa doa yang diterima ALLAH hanyalah doanya anak
dari si almarhum / almarhumah , sehingga mengundang orang2 untuk mendoakan itu adalah perbuatan yang
sia2 ,
dan lebih baik si anak itu sendiri yang mendoakan orang tuanya .
Pendapat seperti ini dilandasi dengan hadis sebagai berikut :
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah yaitu ibnu Sa’id dan ibnu Hujr mereka berkata ; telah menceritakan kepada kami Isma’il yaitu ibnu Ja’far dari Al ‘Ala’ dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila salah seorang manusia meninggal dunia , maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara ; sedekah Jariyah , Ilmu yang bermanfaat baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya” (HR Muslim dengan kualitas shahih)
Rupanya pendapat
yg mengatakan Tahlilan masuk kategori
bid’ah dhalalah adalah karena salah dalam memahami
hadis tsb di atas . Mari kita pahami apa sebenarnya maksud dari
hadis tsb .
“Apabila salah
seorang manusia meninggal dunia , maka
terputuslah segala amalannya ”
Maksud hadis
ini adalah bahwa ketika seseorang
meninggal , maka terputuslah amalannya / perbuatan baiknya, atau dia tidak
akan bisa beramal / melakukan amalan
lagi karena sudah meninggal . Jadi
yang terputus adalah amalan yang berasal dari dirinya sendiri
, sedangkan amalan dari orang lain
tidaklah terputus , dalam arti masih
bisa berpengaruh terhadap nasib dirinya . pengertian ini akan menjadi jelas ketika kita
melihat kalimat selanjutnya
“........kecuali
tiga perkara ; sedekah Jariyah , Ilmu yang bermanfaat baginya
dan anak shalih yang selalu mendoakannya” .
Jika kita
perhatikan ,maka sedekah jariyah , ilmu yang bermanfaat , dan anak shalih .....,
kenapa amalan ini masih terus menyumbang
pahala bagi almarhum ,
adalah karena berangkat dari pola
pikir “SAHAM” .
manusia yang telah menanam saham
pada tiga amalan tsb ,
misal sedekah jariyah untuk
membangun masjid , atau pun pondok pesantren .
ini adalah bentuk dari menanam
saham kebaikan . selama masjid ataupun pesantren masih bermanfaat
bagi manusia .... , maka pahalanya akan mengalir terus ke penanam
saham , tanpa mengurangi pahala
orang2 yg memanfaatkan masjid untuk
sholat ataupun pondok pesantren untuk
belajar agama .
Demikian juga ilmu yg bermanfaat / diajarkan ke orang lain . selama ilmu tersebut adalah kebaikan , dan diamalkan ataupun diajarkan lagi ke orang lain , maka pahalanya akan mengalir terus ke penanam saham , meskipun dia sudah meninggal .
Bagaimana dg anak shalih ?, anak shalih adalah akibat dari didikan orang tua yang mendidik dengan cara2 islami , sehingga sang anak menjadi manusia yg shalih . Maka setiap perbuatan baik dari sang anak ataupun doa dari sang anak akan menjadi pahala ataupun penolong bagi orang tua meskipun dirinya sudah wafat , akan tetap mendapat pahala dari perbuatan baik sang anak .
Jadi jelas di sini bahwa maksud hadis tsb adalah :
KETIKA MANUSIA MENINGGAL DUNIA , MAKA TERPUTUSLAH AMAL PERBUATANNYA (KARENA DIA TIDAK BISA MELAKUKAN AMALAN APAPUN LAGI KARENA SUDAH MENINGGAL) , KECUALI AMALAN DALAM HAL TIGA PERKARA YANG AKAN MASIH MENGALIR TERUS KE DIRINYA YAITU ; SEDEKAH JARIYAH , ILMU YANG BERMANFAAT YANG PERNAH DIA AJARKAN DAN ANAK SHALIH YANG PERNAH DIA DIDIK YANG AKAN SELALU MENDOAKANNYA “
Nah ...... demikianlah pemahaman yang benar mengenai
hadis tsb . Lantas bagaimana dengan doa
orang lain kepada almarhum / almarhumah
(sang mayat) , apakah mungkin dikabulkan ALLAH ?
Jawabnya , kemungkinan dikabulkan selalu ada , karena ALLAH lah yang menyuruh kita untuk berdoa kepadaNYA , di dalam Al Qur’an sebagai berikut :
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS AL MU’MIN
: 60)
ALLAH menyuruh
kita berdoa memohon sesuatu tanpa membatasi
bahwa doa untuk orang yg sudah meninggal tidak akan dikabulkan . Yang dilarang ALLAH hanyalah berdoa untuk
memohon ampun bagi orang yang meninggal dalam kekafiran , sebagaimana dalam AL QUR’AN sebagai berikut :
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu
adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang
musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam.
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak
lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.
Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka
Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang
sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS
AT TAUBAH : 113 – 114)
Dan dalam satu
riwayat Rasulullah pun pernah mendoakan orang yang sudah meninggal
Abu Hurairah berkata , “Apabila menshalati jenazah, Rasulullah saw berdoa ‘ Allahummaghfirli
hayyina , wa mayyitina , wa syahidina ,
wa ghaibina , wa shaghirina , wa kabirina
, wa dzakirina , wa untsana
. Allahumma man ahyaitahu minna fa
ahyihi ‘ala al islam, waman
tawaffaitahu minna fatawaffahu
‘ala al iman . Allahumma la
tahrimna ajrahu wala tudhillana ba’dahu .
Ya ALLAH , ampunilah orang2 kami yang masih hidup dan yang sudah meninggal , yang hadir
dan yang tidak hadir , yang muda dan yang tua , yang laki2
dan yang perempuan . Ya ALLAH ...,
siapapun di antara kami yang
tetap engkau biarkan hidup , maka
hidupkanlah ia atas Islam . Dan siapapun
di antara kami yang engkau matikan , maka matikanlah ia atas iman . Ya ALLAH...,
janganlah engkau halangi kami
atas pahalanya dan janganlah
engkau sesatkan kami sesudahnya “. (HR Muslim dan Imam Empat)
JIKA NABI
MENDOAKAN ORANG YANG SUDAH
WAFAT ,
ITU ARTINYA DOA TERHADAP ORANG
YANG SUDAH WAFAT MASIH BISA
DITERIMA OLEH ALLAH . KARENA TIDAK MUNGKIN NABI MELAKUKAN SUATU
AMALAN YANG SIA2 BUKAN ? .
Nah.....dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa :
TAHLILAN ADALAH MASUK DALAM KATEGORI AMALAN BID’AH HASANAH KARENA TIDAK BERTENTANGAN DENGAN AL QUR’AN DAN SUNNAH
JUSTRU PENDAPAT YANG MELARANG TAHLILAN ADALAH MASUK DALAM KATEGORI BID’AH DHALALAH , KARENA MENGADAKAN HUKUM BARU TANPA ADA DASAR PERINTAH DARI ALLAH DAN RASULNYA .
Demikianlah bahasan tentang bid’ah ini ,
yang mana sebenarnya masih banyak
lagi amalan yang masih menjadi perdebatan berkaitan dengan bid’ah ini , namun demikian kami tidak membahasnya
....., mungkin dalam kesempatan lain
Insya ALLAH . Hal yang kami inginkan
adalah sekedar memberi gambaran cara berpikir ...., agar
kita tidak gegabah mengatakan bahwa ini
dan itu adalah bid’ah
dhalalah dan sebagainya . Akhirnya
kami cukupkan sekian ........
semoga ini bermanfaat .
Wassalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh .
No comments:
Post a Comment