Total Pageviews

Thursday, September 11, 2014

MENANGKIS BID'AH



Assalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh




Masalah Bid’ah sering menjadi perdebatan di kalangan ummat Islam , antara yang mana Bid’ah  yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan  .  Pada awalnya sebenarnya pengertian Bid’ah itu adalah suatu  hal yg negatif ,  yaitu melakukan sesuatu yg baru dalam urusan agama   yang tidak pernah diperintahkan Rasulullah .  Dasar dari pengertian bid’ah ini bersumber dari hadis  sebagai berikut : 

Telah menceritakan kepada kami Ya’qub ,  telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’ad  dari bapaknya  dari  Al Qasim bin Muhammad  dari ‘Aisyah  radhiyallahu  ‘anha  berkata ;  Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam  bersabda :   “Siapa yang membuat perkara baru  dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya , maka perkara itu tertolak “.   Diriwayatkan pula oleh  ‘Abdullah bin Ja’far  Al makhramiy    dan ‘Abdul Wahid bin Abu  ‘Aun  dari Sa’ad  bin Ibrahim.  (HR  Bukhari  dg  kualitas shahih)

Di dalam perkembangannya ,  ternyata banyak hal  baru yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah , namun mempunyai dampak yang baik dan bermanfaat bagi syi’ar agama ,  misalnya  pembahasan  masalah  ajaran agama yang ditulis  di kitab2  ,  atau dewasa  ini di  media internet ,  semua itu adalah hal baru yg di jaman Rasulullah tidak dicontohkan ,  namun  berdampak baik dan sangat bermanfaat untuk pengajaran bagi ummat manusia  dan ummat Islam  khususnya .

Maka Bid’ah ini pun  kemudian secara garis besar dikelompokkan menjadi  dua yaitu :

-          Bid’ah  Dhalalah  (Bid’ah yang sesat) 
-          Bid’ah  Hasanah  (Bid’ah  yang baik / tdk tercela)

Demikianlah menurut  Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris  al  syafi’i ,  Mujtahid besar dan pendiri madzhab Syafi'i  , sebagaimana dijelaskan Al-Baihaqi dalam kitabnya , Manaqib  al- Syafi’i , I / 469)   .
Beliau berkata :

“Bid’ah ada dua macam ;  pertama , sesuatu yang baru yang menyalahi  Al Qur’an atau sunnah atau ijma’ dan itu disebut bid’ah dhalalah (tersesat) .  Kedua , sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi Al Qur’an , sunnah dan Ijma’ , dan itu disebut bid’ah  hasanah (bid’ah yang tidak tercela) .

Hadis  di atas  jelas sekali bahwa maksudnya adalah sesuatu hal baru yang bertentangan dengan  Al Qur’an   dan sunnah .     

Jadi sebenarnya ini semua  terjadi karena  kesalahan dalam menangkap  maksud dari  ucapan Rasulullah  yg diceritakan dalam hadis .  Barangkali  definisi dan pengertian sunnah itulah yang harus dipahami dengan benar .

SUNNAH ADALAH TINDAKAN  , UCAPAN DAN DIAMNYA RASUL  .....,  ITULAH SUNNAH . 

Jadi sunnah Rasulullah itu bukan hanya tindakan dan ucapan ,  bahkan diamnya Rasul itupun adalah sunnah . 

Penjelasannya begini :
-         Jika Rasul  melakukan sesuatu atau mengucapkan suatu perintah untuk melakukan sesuatu , maka  itu berarti apa yg dilakukan atau diperintahkan Rasul tsb  adalah  suatu perkara yang mempunyai kekhususan , bisa suatu amalan  yang wajib  atau suatu amalan yang mempunyai nilai keutamaan  pahala / amalan sunat .

 
-         Jika Rasul  tidak melakukan sesuatu hal atau tidak memerintahkannya , dan tidak pula melarangnya,  maka  itu berarti suatu hal yang  bebas  (daerah bebas ) ,  yang mana boleh dilakukan atau pun boleh juga ditinggalkan (amalan mubah). 

-         Jika Rasul  tidak melakukan  sesuatu hal  dan melarang kita melakukannya ,  maka  jelas  bahwa itu adalah perkara yang  harus  ditinggalkan ,  bisa amalan haram ataupun  makruh  . 

Andaikan seluruh amalan maupun perkara itu  berada di daerah yang dibatasi oleh empat persegi panjang , maka  amalan wajib , sunat dan  haram / dosa  adalah berada di dalamnya
Jika dibuat sebuah Pola , maka dapat digambarkan sebagai berikut :



Nah ......  dengan  pola  di atas  tentu menjadi jelas , bagaimana untuk  memahami  sunnah .
YANG DI DALAM BULATAN BIRU ADALAH  AMALAN WAJIB DAN SUNAT
YANG DI DALAM BULATAN HITAM ADALAH AMALAN HARAM DAN MAKRUH
YANG DI DALAM PERSEGI PANJANG DAN DI LUAR BULATAN  BIRU MAUPUN HITAM  ADALAH  AMALAN BEBAS / MUBAH

Bahwa dunia ini  isinya  kebanyakan adalah  hal – hal yang halal  , sedangkan yang haram atau dilarang hanyalah sedikit .  hal itu tersirat dari  ayat  berikut :

Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.   (QS  AL BAQARAH : 35)

ALLAH dan Rasulnya memberikan pengajaran dengan  metode yang sangat efektif .  Bahwa dunia ini kebanyakan isinya  adalah suatu hal yang  dibolehkan ,  sedangkan yang dilarang adalah sedikit ,  sehingga  akan efektif bila  yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah hal yang diharamkan yg jumlahnya cuma sedikit .  Seandainya metode nya dibalik ,  yaitu dengan menyebutkan yang halal .....,  tentu  akan menjadi tidak efektif dan AL QUR'AN  akan menjadi sangat tebal .  

Misal dalam hal makanan .  kebanyakan  makanan yang disediakan ALLAH di dunia ini adalah halal , dan hanya sedikit yang diharamkan .   karena itu ALLAH dalam AL  Qur’an  cukup menyebutkan yang  haram2  saja  ,  misal dalam ayat2  AL QUR’AN sebagai berikut : 

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (QS  AL  MAA-IDAH : 3)

Dalam hal  perbuatan yang diharamkan misalnya  :

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu 
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,   dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni`mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  (QS  AN  NISAA’ : 23 – 24)

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).  (QS  AL AN’AAM : 151)


Ajaran Islam  itu sudah sempurna dan lengkap ,  sehingga sebenarnya tidak ada yang perlu diperselisihkan lagi jika kita mengikuti AL  QUR’AN dan sunnah Rasulullah .

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”

Dengan berpola pikir bahwa  apa2  yg diharamkan sudah ada di Al Qur’an , dan sunnah Rasul ,  maka  diluar hal yg diharamkan tsb berarti  halal .

Sekarang mari kita tengok hal2  apa yg menjadi perdebatan tentang suatu amalan apakah masuk ke dalam bid’ah  tercela  apa tidak  ?  .  perdebatan  ini biasanya  timbul  akibat adanya  pengikut aliran Wahabi  di masyarakat .   Apa itu aliran Wahabi  pada kesempatan lain akan kita bahas .  Sekarang mari kita  lihat  beberapa  amalan  yang menjadi perdebatan di masyarakat  .

1.       DZIKIR  BERJAMA’AH  SEHABIS SHOLAT  BERJAMA’AH


 
  Ada  kelompok tertentu termasuk  Wahabi , yang berpendapat bahwa  dzikir  berjama’ah itu adalah bid’ah  dhalalah .   Alasannya  simpel saja ,  bahwa  Rasulullah  tidak pernah mencontohkan  dzikir  seperti itu ,   yakni  dzikir yang dipimpin oleh Imam dan makmum  tinggal mengaminkannya .

       Jika  kita mengingat diagram yang kami sajikan di atas ,  maka  dzikir berjama’ah  bisa dikategorikan  sebagai amalan yang bebas , karena tidak masuk ke dalam amalan wajib , sunat  ataupun  dosa.   Dan dengan berpola pikir bahwa  apa2  yg diharamkan sudah ada di Al Qur’an , dan sunnah Rasul ,  maka  diluar hal yg diharamkan tsb berarti  halal  atau boleh dilakukan ,  karena jelas sekali bahwa dzikir  itu bukan perkara yang bertentangan dengan  Al Qur’an .  Justru  adalah aneh jika  Sholat  lebih afdholnya berjama’ah  ,  kenapa  dzikir  berjama’ah menjadi dilarang  ?  .   Bukankah ALLAH lebih menyukai suatu amalan baik yang dikerjakan secara berjama’ah ? . 

      Jika  alasannya adalah karena masing2  orang punya kebutuhan permohonan yang berbeda ,  ya  barangkali bisa berdoa  sebagai doa tambahan setelah Imam selesai  memimpin doa , jangan  malah melarang orang yang berdoa secara berjama’ah .

      Jika alasannya adalah karena Rasulullah  tidak pernah mencontohkan , maka sebenarnya semasa beliau hidup pun banyak amalan baru yang awalnya  berasal dari para sahabat , sepanjang  amalan tersebut tidak bertentangan dengan AL QUR’AN , maka Rasulullah  mengijinkannya .
    
     Misal  adzan  untuk panggilan sholat ,  yang awalnya adalah usulan dari para sahabat.

        Dan ada sebuah hadis dari sayidina Ali  sebagai berikut :
     
     “Sayidina Ali berkata :  “Abu Bakar bila membaca AL QUR’AN dengan suara lirih , sedangkan Umar dengan suara yang keras . Dan Ammar apabila membaca AL QUR’AN mencampur surah ini dengan surah itu .  Kemudian hal itu dilaporkan kepada nabi ,  sehingga beliau bertanya kepada Abu Bakar : “Mengapa kamu membaca dengan suara yang lirih ?”  Ia menjawab “ALLAH dapat mendengar suaraku walaupun lirih” .  Lalu bertanya kepada Umar : “Mengapa kamu membaca dengan suara keras ? “   Umar menjawab :  “Aku mengusir setan dan menghilangkan kantuk” .  Lalu beliau bertanya kepada Ammar :  “Mengapa kamu mencampur surah ini dengan surah itu ?” ,   Ammar menjawab :  “Apakah engkau pernah mendengarku  mencampurnya dengan sesuatu yang bukan AL QUR’AN ? “ .  Beliau menjawab : “Tidak” .  Lalu beliau bersabda :  “Semuanya baik”  .  (HR.  Ahmad) .

       APA HIKMAH YANG DAPAT KITA PETIK DARI HADIS DI ATAS  ?  , ADALAH :  BAHWA  AMALAN BARU, SEPANJANG ITU TIDAK BERTENTANGAN DENGAN AL QUR’AN  DAN SUNNAH , DAN SEPANJANG NIATNYA MENCARI RIDHO ALLAH , MAKA  ITU DIBOLEHKAN . 
     
     NIAT DALAM HAL INI JUGA MENJADI SUATU HAL YG PENTING , KARENA SUATU AMALAN YG BAIK PUN JIKA DILAKUKAN TIDAK ATAS DASAR NIAT MENCARI RIDHO ALLAH (PERBUATAN RIYA) ,MAKA ITU MENJADI TERTOLAK .  NAH ....  KETIKA RASULULLAH  BERTANYA  DAN MENDENGAR JAWABAN  ALASAN DARI  ABU BAKAR , UMAR DAN AMMAR  YANG SEMUANYA ADALAH ATAS DASAR RIDHO ALLAH ,  MAKA  NABI PUN  MENGATAKAN  BAHWA  YANG DILAKUKAN OLEH  MEREKA  ADALAH  BAIK .

        Maka dapat disimpulkan bahwa   : 
     
     DZIKIR  SECARA BERJAMA’AH  DENGAN DIPIMPIN OLEH IMAM ,  ADALAH  BID’AH     HASANAH
     
      JUSTRU  ORANG YANG MENGATAKAN  DZIKIR  SECARA BERJAMA’AH  ITU  DILARANG ......,   PADAHAL   ALLAH DALAM AL QUR’AN  TIDAK MELARANGNYA  DAN RASULULLAH PUN  TIDAK PERNAH MENGATAKAN  BAHWA  HAL TSB DILARANG .....,  MAKA  PENDAPAT SEPERTI ITU  ADALAH  TERMASUK BID’AH  DHALALAH  ,  KARENA  MENGADAKAN PERKARA / HUKUM BARU  YANG TIDAK PERNAH  ALLAH  DAN  RASULNYA PERINTAHKAN
 
2..       TAHLILAN 

Tahlilan  adalah tradisi  yg berisi  memperingati  wafatnya seseorang dengan tujuan

mendoakannya agar mendapat ampunan dari ALLAH ,  dan biasanya  diawali dengan membaca  Al Qur’an  secara bersama – sama .   


Apakah  Tahlilan masuk dalam  bid’ah  dhalalah (tercela)  atau  masuk ke dalam bid’ah hasanah  ? .

Kelompok tertentu  yang mengatakan bahwa  Tahlilan masuk dalam bid’ah  dhalalah ,  alasannya  adalah  bahwa  doa yang diterima ALLAH hanyalah doanya  anak  dari si almarhum / almarhumah , sehingga mengundang orang2  untuk mendoakan itu adalah perbuatan yang sia2  ,  dan lebih baik  si anak  itu sendiri yang mendoakan orang tuanya .


 Pendapat seperti  ini dilandasi  dengan hadis  sebagai berikut :


Telah menceritakan kepada kami  Yahya bin Ayyub  dan Qutaibah  yaitu ibnu Sa’id  dan ibnu Hujr  mereka berkata  ;   telah menceritakan kepada kami  Isma’il  yaitu ibnu  Ja’far  dari  Al  ‘Ala’  dari  ayahnya  dari Abu Hurairah,  bahwa  Rasulullah Shallallahu  ‘alaihi  wasallam  bersabda :  “Apabila salah seorang manusia meninggal  dunia , maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara ;  sedekah Jariyah ,  Ilmu yang bermanfaat  baginya  dan anak shalih yang selalu mendoakannya”          (HR  Muslim  dengan kualitas shahih)

Rupanya  pendapat  yg mengatakan Tahlilan masuk kategori  bid’ah  dhalalah  adalah karena salah dalam  memahami  hadis  tsb di atas .  Mari kita pahami apa sebenarnya maksud dari hadis tsb .   

“Apabila salah seorang manusia meninggal  dunia , maka terputuslah segala amalannya ”

Maksud  hadis  ini  adalah bahwa ketika seseorang meninggal ,  maka terputuslah  amalannya / perbuatan baiknya, atau dia tidak akan bisa beramal / melakukan amalan  lagi karena sudah meninggal .  Jadi yang terputus  adalah  amalan yang berasal dari dirinya sendiri ,  sedangkan amalan dari orang lain tidaklah terputus ,  dalam arti masih bisa berpengaruh terhadap nasib dirinya .  pengertian ini akan menjadi jelas ketika kita melihat kalimat selanjutnya

“........kecuali tiga perkara ;  sedekah Jariyah ,  Ilmu yang bermanfaat  baginya  dan anak shalih yang selalu mendoakannya” .

Jika kita perhatikan ,maka  sedekah jariyah ,  ilmu yang bermanfaat , dan anak shalih ....., kenapa  amalan ini masih terus menyumbang pahala  bagi  almarhum ,  adalah  karena berangkat dari pola pikir  “SAHAM”  .  manusia yang telah menanam saham  pada  tiga amalan  tsb ,  misal  sedekah jariyah untuk membangun masjid , atau pun pondok pesantren .  ini adalah  bentuk dari menanam saham kebaikan .  selama  masjid ataupun pesantren masih bermanfaat bagi  manusia .... , maka  pahalanya akan mengalir terus ke penanam saham ,  tanpa mengurangi pahala orang2  yg memanfaatkan masjid untuk sholat ataupun pondok pesantren untuk  belajar agama .

Demikian juga ilmu yg bermanfaat  /  diajarkan ke orang lain .  selama ilmu tersebut adalah kebaikan , dan diamalkan ataupun diajarkan lagi ke orang lain ,  maka pahalanya akan mengalir terus ke penanam saham ,  meskipun dia sudah meninggal .

Bagaimana dg anak shalih ?,   anak shalih adalah akibat dari didikan orang tua yang mendidik dengan cara2  islami ,  sehingga sang anak menjadi  manusia yg shalih .  Maka setiap perbuatan baik dari sang anak  ataupun doa dari sang anak akan menjadi pahala ataupun penolong bagi orang tua meskipun  dirinya sudah wafat ,  akan tetap mendapat pahala dari perbuatan baik sang anak .

Jadi jelas  di sini bahwa maksud hadis  tsb adalah  :

KETIKA MANUSIA MENINGGAL DUNIA ,  MAKA TERPUTUSLAH    AMAL PERBUATANNYA  (KARENA DIA TIDAK BISA MELAKUKAN AMALAN APAPUN LAGI KARENA SUDAH MENINGGAL) ,  KECUALI   AMALAN   DALAM HAL TIGA PERKARA YANG AKAN MASIH MENGALIR TERUS KE DIRINYA YAITU  ;   SEDEKAH JARIYAH ,  ILMU YANG BERMANFAAT  YANG PERNAH DIA AJARKAN  DAN  ANAK  SHALIH  YANG PERNAH DIA DIDIK  YANG AKAN SELALU MENDOAKANNYA “ 

Nah ......  demikianlah pemahaman yang benar mengenai hadis tsb .  Lantas bagaimana dengan doa orang lain kepada  almarhum / almarhumah (sang mayat)  , apakah mungkin  dikabulkan ALLAH ?

Jawabnya ,  kemungkinan dikabulkan selalu ada ,  karena  ALLAH lah yang menyuruh kita untuk berdoa kepadaNYA  , di dalam Al Qur’an  sebagai berikut :

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".  (QS  AL  MU’MIN : 60)

ALLAH menyuruh kita berdoa memohon sesuatu tanpa membatasi  bahwa doa untuk orang yg sudah meninggal tidak akan dikabulkan .  Yang dilarang ALLAH hanyalah berdoa untuk memohon ampun bagi orang yang meninggal dalam kekafiran , sebagaimana  dalam AL QUR’AN sebagai berikut :

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam.  Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.  (QS  AT  TAUBAH : 113 – 114)

Dan dalam satu riwayat Rasulullah pun pernah mendoakan orang yang sudah meninggal

Abu Hurairah berkata , “Apabila menshalati jenazah,  Rasulullah saw berdoa ‘ Allahummaghfirli hayyina ,  wa mayyitina , wa syahidina , wa ghaibina , wa shaghirina , wa kabirina  ,  wa dzakirina , wa untsana .  Allahumma man ahyaitahu minna fa ahyihi  ‘ala al islam,  waman  tawaffaitahu minna fatawaffahu  ‘ala al iman .  Allahumma la tahrimna ajrahu wala tudhillana ba’dahu .   Ya ALLAH ,  ampunilah orang2  kami yang masih hidup  dan yang sudah meninggal ,  yang hadir  dan  yang tidak hadir ,  yang muda dan yang tua ,  yang laki2  dan yang perempuan .  Ya  ALLAH ...,  siapapun  di antara kami yang tetap engkau biarkan hidup ,  maka hidupkanlah ia atas Islam .  Dan siapapun di antara kami yang engkau matikan , maka matikanlah ia atas iman .  Ya ALLAH...,  janganlah engkau halangi kami  atas pahalanya  dan janganlah engkau sesatkan kami sesudahnya “.   (HR  Muslim dan Imam Empat)

JIKA  NABI  MENDOAKAN  ORANG YANG SUDAH WAFAT  ,  ITU ARTINYA  DOA TERHADAP ORANG YANG SUDAH WAFAT  MASIH BISA DITERIMA  OLEH ALLAH .  KARENA TIDAK MUNGKIN NABI MELAKUKAN SUATU AMALAN YANG SIA2  BUKAN ? . 

Nah.....dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa  :

TAHLILAN  ADALAH MASUK DALAM KATEGORI AMALAN BID’AH HASANAH  KARENA TIDAK BERTENTANGAN DENGAN AL QUR’AN  DAN SUNNAH

JUSTRU  PENDAPAT YANG MELARANG TAHLILAN ADALAH MASUK DALAM  KATEGORI BID’AH  DHALALAH ,  KARENA  MENGADAKAN HUKUM BARU TANPA ADA DASAR PERINTAH DARI ALLAH DAN RASULNYA .     
 
Demikianlah  bahasan tentang bid’ah  ini ,  yang mana  sebenarnya masih banyak lagi amalan yang masih menjadi perdebatan berkaitan dengan bid’ah ini ,  namun demikian kami tidak membahasnya .....,  mungkin dalam kesempatan lain Insya ALLAH .  Hal yang kami inginkan adalah sekedar memberi gambaran cara berpikir ....,  agar  kita  tidak  gegabah mengatakan bahwa  ini  dan itu adalah bid’ah  dhalalah  dan sebagainya .  Akhirnya  kami cukupkan sekian ........   semoga ini bermanfaat .


Wassalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh . 

No comments:

Post a Comment