Total Pageviews

Saturday, September 13, 2014

Biografi syaikh nawawi al-bantani

 
Perjalanan Intelektual Sang Pujangga Sejati
Nama lengkapnya adalah Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Arbi bin Ali Al-Tanara Al-Jawi Al-Bantani. Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani. Dilahirkan di kampung Tanara, kecamatan Tirtayasa, kabupaten Serang, Banten. Pada tahun 1813 M atau 1230 H. Ayahnya bernama Kyai Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin masjid. Dari silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke 12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari Putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyara-ras (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung dengan Muhammad melalui Imam Ja’far Assidiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali ZainAl-Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Al-Zahra
Pada usia lima tahun Syekh Nawawi belajar langsung dibawah asuhan ayahandanya. Di usia yang masih kanak-kanak ini, beliau pernah bermimpi ber-main dengan anak-anak sebayanya di sungai, karena merasakan haus ia meminum air sungai tersebut sampai habis. Namun, rasa dahaganya tak kunjung surut. Maka Nawawi bersama teman-temannya beramai-ramai pergi ke laut dan air lautpun diminumnya seorang diri hingga mengering.
Ketika usianya memasuki delapan tahun, anak pertama dari tujuh bersaudara itu memulai peng-gembaraannya mencari ilmu. Tempat pertama yang dituju adalah Jawa Timur. Namun sebelum berangkat, Nawawi kecil harus menyanggupi syarat yang diajukan oleh ibunya, “Kudo’akan dan kurestui kepergianmu mengaji dengan syarat jangan pulang sebelum kelapa yang sengaja kutanam ini berbuah.” Demikian restu dan syarat sang ibu. Dan Nawawi kecilpun menyanggupi-nya.
Maka berangkatlah Nawawi kecil menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu menuntut ilmu. Setelah tiga tahun di Jawa Timur, beliau pindah ke salah satu pondok di daerah Cikampek (Jawa Barat) khusus belajar lughat (bahasa) beserta dengan dua orang sahabatnya dari Jawa Timur. Namun, sebelum diterima di pondok baru tersebut, mereka harus mengikuti tes terlebih dahulu. Ternyata mereka ber-tiga dinyatakan lulus. Tetapi menurut kyai barunya ini, pemuda yang bernama Nawawi tidak perlu mengu-langi mondok. “Nawawi kamu harus segera pulang karena ibumu sudah menunggu dan pohon kelapa yang beliau tanam sudah berbuah.” Terang sang kyai tanpa memberitahu dari mana beliau tahu masalah itu.
Tidak lama setelah kepulangannya, Nawawi muda dipercaya yang mengasuh pondok yang telah dirintis ayahnya. Di usianya yang masih relatif muda, beliau sudah tampak kealimannya sehingga namanya mulai terkenal di mana-mana. Mengingat semakin banyaknya santri baru yang berdatangan dan asrama yang tersedia tidak lagi mampu menampung, maka kyai Nawawi berinisiatif pindah ke daerah Tanara Pesisir.
Pada usia 15 tahun, ia mendapat kesempatan un-tuk pergi ke Makkah menunaikan ibadah haji. Disana ia memanfaatkan waktunya untuk mempelajari bebe-rapa cabang ilmu, diantaranya adalah: ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadits, tafsir dan ilmu fiqh. Setelah tiga tahun belajar di Makkah ia kembali ke daerahnya tahun 1833 M dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif cukup lengkap untuk mem-bantu ayahnya mengajar para santri.
Namun hanya beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Makkah sesuai dengan impiannya untuk mukim dan menetap di sana. Di Makkah ia melanjutkan belajar ke guru-gurunya yang terkenal. Pertama kali ia mengikuti bimbingan dari Syekh Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia) dan Syekh Abdul Gani Bima, ulama asal Indonesia yang bermukim di sana. Setelah itu belajar pada Sayyid Ahmad Dimyati, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang keduanya di Makkah. Sedang di Madinah, ia belajar pada Syekh Muhammad Khatib Al-Hambali. Kemudian pada tahun 1860 M. Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid Al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup me-muaskan, karena dengan kedalaman pengetahuan agamanya, ia tercatat sebagai syekh disana. Pada tahun 1870 M, kesibukannya bertambah, karena ia harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya dan para sahabatnya dari Jawa. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah kitab-kitab komentar (syarh) dari karya-karya ulama sebelumnya yang populer dan dianggap sulit dipahami. Alasan menulis syarh selain karena permin-taan orang lain, Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya pendahulunya yang sering meng-alami perubahan (ta’rif) dan pengurangan.
Dalam menyusun karyanya Syekh Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Karya-karya beliau cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia karena karya-karya beliau mudah difahami dan padat isinya. Nama Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H./19 M. Karena kemasyhurannya beliau mendapat gelar: Sayyid Ulama Al-Hijaz, Al-Imam Al-Muhaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq, A’yan Ulama Al-Qarn Al-Ram Asyar li Al-Hijrah, Imam Ulama’ Al-Haramain.
Syekh Nawawi cukup sukses dalam mengajar murid-muridnya, sehingga anak didiknya banyak yang menjadi ulama kenamaan dan tokoh-tokoh nasional Islam Indonesia, diantaranya adalah: Syekh Kholil Bangkalan, Madura, KH. Hasyim Asy’ari dari Tebu Ireng Jombang (Pendiri Organisasi NU), KH. Asy’ari dari Bawean, KH. Tubagus Muhammad Asnawi dari Caringin Labuan, Pandeglang Banten, KH. Tubagus Bakri dari Sempur-Purwakarta, KH. Abdul Karim dari Banten.
Syekh Nawawi Banten Sebagai Mahaguru Sejati
Nama Syekh Nawawi Banten sudah tidak asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Bahkan kebanyakan orang menjulukinya sebagai Imam Nawawi kedua. Imam Nawawi pertama adalah yang membuat Syarah Shahih Muslim, Majmu’ Syarhul Muhadzab, Riyadhus Sholihin dan lain-lain. Melalui karya-karyanya yang tersebar di Pesantren-pesantren tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikaji, nama kyai asal Banten ini seakan masih hidup dan terus menyertai umat memberikan wejangan ajaran Islam yang menyejuk-kan. Di setiap majelis ta’lim karyanya selalu dijadikan rujukan utama dalam berbagai ilmu, dari ilmu tauhid, fiqh, tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya sangat terkenal.
Di kalangan komunitas pesantren Syekh Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tapi juga mahaguru sejati (the great scholar). Nawawi telah banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan pesantren. Ia turut banyak membentuk keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren yang sekaligus juga banyak menjadi tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Apabila KH. Hasyim Asy’ari sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya NU, maka Syekh Nawawi adalah guru utamanya. Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, seringkali KH. Hasyim Asy’ari bernostalgia bercerita tentang kehidupan Syekh Nawawi, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan beliau terhadap Syekh Nawawi.
Goresan Tinta Syekh Nawawi
Di samping digunakan untuk mengajar kepada para muridnya, seluruh kehidupan beliau banyak dicurahkan untuk mengarang beberapa kitab besar sehingga tak terhitung jumlahnya. Konon saat ini masih terdapat ratusan judul naskah asli tulisan tangan Syekh Nawawi yang belum sempat diterbitkan.
Kitab-kitab karangan beliau banyak yang di-terbitkan di Mesir, seringkali beliau hanya mengirim-kan manuskripnya dan setelah itu tidak memperduli-kan lagi bagaimana penerbit menyebarkan hasil karyanya, termasuk hak cipta dan royaltinya, selanjutnya kitab-kitab beliau itu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di seluruh pesantren di Indonesia, bahkan Malaysia, Filipina, Thailand dan juga negara-negara di Timur Tengah. Menurut Ray Salam T. Mangondana, peneliti di Institut Studi Islam, Universitas of Philippines, ada sekitar 40 sekolah agama tradisional di Filipina yang menggunakan karya Nawawi sebagai kurikulum belajarnya. Selain itu Sulaiman Yasin, dosen di Fakultas Studi Islam Universitas Kebangsaan di Malaysia juga menggunakan karya beliau untuk mengajar di kuliahnya. Pada tahun 1870 para ulama universitas Al-Azhar Mesir pernah mengundang beliau untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiah. Mereka tertarik untuk mengundang beliau, karena sudah dikenal di seantero dunia.
Karya-karya Syekh Nawawi al-Bantani secara lebih lengkap antara lain adalah sebagai berikut:
1.) al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah
2.) al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn
3.)Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4.)Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5.)al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6.)Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7.)Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8.)Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
9.)Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10.)Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11.)al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12.)Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13.)Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
14.)Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15.)Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16.)Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17.)Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18.)Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19.)Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20.)Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21.)Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22.)Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23.)Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24.)al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25.)‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
26.)Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27.)Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28.)al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29.)Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
30.)Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31.)al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32.)al-Riyâdl al-Fauliyyah
33.)Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
34.)Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
35.)al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36.)Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
37.)al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
38.)Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Syeikh Nawawi menghembuskan nafas terakhir di usia 84 tahun, tepatnya pada tanggal 25 Syawal 1314 H. atau 1897 M. Beliau dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Rasulullah SAW. Beliau sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa khususnya di Banten, umat Islam di desa Tanara, Tirtayasa Banten setiap tahun di hari Jum’at terakhir bulan Syawal selalu diadakan acara haul untuk memperingati jejak peninggalan Syekh Nawawi Banten.
Pembantaian Keluarga Syeikh Nawawi oleh Kaum Wahabi
Kisah ini diceritakan oleh keturunan dari keluarga Syaikh Nawawi al-Bantani yang berhasil lolos dari kejaran Wahabi. Beliau adalah KH. Thabari Syadzily. Berikut adalah sedikit kisah pembataian tersebut.
Pada zaman dahulu di kota Mekkah keluarga Syeikh Nawawi bin Umar Al-Bantani (Muallif Kitab) pun tidak luput dari sasaran pembantaian Wahabi. Ketika salah seorang keluarga beliau sedang duduk memangku cucunya, kemudian gerombolan Wahabi datang memasuki rumahnya tanpa diundang dan langsung membunuh dan membantainya hingga tewas. Darahnya mengalir membasahi tubuh cucunya yang masih kecil yang sedang dipangku oleh beliau.
Sedangkan keluarganya yang lain terutama golongan yang laki-laki dikejar-kejar oleh gerombolan Wahabi untuk dibunuh. Alhamdulillah, mereka selamat sampai ke Indonesia dengan cara menyamar sebagai perempuan.

Posisi Strategis Syeikh Nawawi bagi Dunia dan Indonesia
1. Syekh Nawawi Al-Bantani adalah satu dari tiga ulama Indonesia yang mengajar di Masjid Al-Haram di Makkah Al-Mukarramah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dua yang lain ialah muridnya, Ahmad Khatib Minangkabau dan Kiai Mahfudz Termas. Ini menunjukkan bahwa keilmuannya sangat diakui tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di semenanjung Arab. Syekh Nawawi sendiri menjadi pengajar di Masjid al-Haram sampai akhir hayatnya yaitu sampai 1898, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya itu. Wajar, jika ia dimakamkan berdekatan dengan makam istri Nabi Khadijah di Ma’la.
2. Syekh Nawawi Al-Bantani mendapatkan gelar “Sayyidu Ulama’ al-Hijaz” yang berarti “Sesepuh Ulama Hijaz” atau “Guru dari Ulama Hijaz” atau “Akar dari Ulama Hijaz”. Yang menarik dari gelar di atas adalah \beliau tidak hanya mendapatkan gelar “Sayyidu ‘Ulama al-Indonesi” sehingga bermakna, bahwa kealiman beliau diakui di semenanjung Arabia, apalagi di tanah airnya sendiri. Selain itu, beliau juga mendapat gelar “al-imam wa al-fahm al-mudaqqig” yang berarti “Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam”. Snouck Hourgronje member gelar “Doktor Teologi”.
3. Pada tahun 1870, Syekh Nawawi diundang para ulama Universitas Al-Azhar dalam sebuah seminar dan diskusi, sebagai apresiasi terhadap penyebaran buku-buku Syekh Nawawi di Mesir. Ini membuktikan bahwa ulama al-Azhar mengakui kepakaran Syekh Nawawi al-Bantani.
4. Paling tidak terdapat 34 karya Syekh Nawawi yang tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Books. Namun beberapa kalangan lainnya malah menyebut karya-karyanya mencapai lebih dari 100 judul, meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam, sejarah, syari’ah, tafsir, dan lainnya. Sebagian karyanya tersebut juga diterbitkan di Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-karyanya ini, menempatkan dirinya sebagai alim terpandang di Timur Tengah, lebih-lebih di Indonesia.
5. Kelebihan dari Syekh Nawawi al-Bantani adalah menjelaskan makna terdalam dari bahasa Arab, termasuk sastera Arab yang susah dipahami, melalui syarah-syarahnya. Bahasa yang digunakan Syekh Nawawi memudahkan pembaca untuk memahami isi sebuah kitab. Wajar jika syarah Syekh Nawawi menjadi rujukan, karena dianggap paling otentik dan paling sesuai maksud penulis awal. Bahkan, di Indonesia dan beberapa segara lain, syarah Syekh Nawawi paling banyak dicetak yang berarti paling banyak digunakan dibandingkan dengan buku yang terbit tanpa syarahnya.
6. Syekh Nawawi hidup di zaman di mana pemikiran Islam penuh perdebatan ekstrim antara pemikiran yang berorientasi pada syari’at dan mengabaikan hal yang bersifat sufistik di satu sisi (seperti Wahabi) serta sebaliknya pemikiran yang menekankan sufisme lalu mengabaikan syari’at di sisi lain (Seperti tarekat aliran Ibn Arabi). Kelebihan dari Syekh Nawawi adalah mengambil jalan tengah di antara keduanya. Menurutnya, syari’at memberikan panduan dasar bagi manusia untuk mencapai kesucian rohani. Karena itu, seseorang dianggap gagal jika setelah melaksanakan panduan syari’at dengan baik, namun rohaninya masih kotor. Hal sama juga berlaku bagi seorang sufi. Mustahil ia akan mencapai kesucian rohani yang hakiki, bukan kesucian rohani yang semu, jika ia melanggar atau malah menabrak aturan syari’at. Selain itu, di masa itu juga muncul pemikiran yang secara ekstrem mengutamakan aqli dan mengabaikan naqli atau sebaliknya mengutamakan naqli dan mengabaikan aqli. Namun Syekh Nawawi berhasil mempertemukan di antara keduanya, bahwa dalil naqli dan aqli harus digunakan secara bersamaan. Namun jika ada pertentangan di antara kedunya, maka dalil naqli harus diutamakan.
7. Dalam konteks Indonesia, Syekh Nawawi merupakan tokoh penting yang memperkenalkan dan menancapkan pengaruh Teologi ‘Asy’ariyah. Teologi ini merupakan teologi jalan tengah antara Teologi Qadariyah bahwa manusia mempunyai kebebasan mutlak dengan teologi Jabariyah yang menganggap manusia tidak mempunyai kebebasan untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
8. Cara berpikir jalan tengah ini kemudian diadopsi dengan baik oleh Nahdlatul Ulama (NU). Karena itu, banyak kalangan yang berpandangan bahwa NU merupakan institusionalisasi dari cara berpikir yang dianut oleh Syekh Nawawi al-Bantani. Apalagi pendiri NU, KH. Hasyim ‘Asy’ari merupakan salah satu murid dari Syekh Nawawi al-Bantani.
9. Dalam konteks penjajahan, Syekh Nawawi al-Bantani berpendapat bahwa bekerja sama dengan penjajah Belanda adalah haram hukumnya. Karena itu, murid-murid Syekh Nawawi al-Bantani merupakan bagian terpenting dari sejarah perjuangan memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Pemberontakan Petani Banten di abad 18 yang sangat merugikan Belanda, misalnya, merupakan salah satu contoh dari karya murid Syek Nawawi. Karena itu, wajar jika Syekh Nawawi menjadi salah satu objek “mata-mata” Snouck Hourgronje.
10. Berdasarkan penelitian Martin Van Bruinesen (Indonesianis dari Belanda) setelah mengadakan penelitian di 46 pesantren terkemuka di Indonesia ia berkesimpulan bahwa 42 dari 46 pesantren itu menggunakan kitab-kitab yang ditulis Syekh Nawawi al-Bantani. Menurut Martin, sekurang-kurangnya 22 karangan Nawawi yang menjadi rujukan di pesantren-pesantren itu.
Karomah-Karomah Syekh Nawawi Al-Bantani
1. Pada suatu malam Syekh Nawawi sedang dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah. Beliau duduk di atas ‘sekedup’ onta atau tempat duduk yang berada di punggung onta. Dalam perjalanan di malam hari yang gelap gulita ini, beliau mendapat inspirasi untuk menulis dan jika insipirasinya tidak segera diwujudkan maka akan segera hilang dari ingatan, maka berdo’alah ulama ‘alim allamah ini, “Ya Allah, jika insipirasi yang Engkau berikan malam ini akan bermanfaat bagi umat dan Engkau ridhai, maka ciptakanlah telunjuk jariku ini menjadi lampu yang dapat menerangi tempatku dalam sekedup ini, sehingga oleh kekuasaan-Mu akan dapat menulis inspirasiku.” Ajaib! Dengan kekuasaan-Nya, seketika itu pula telunjuk Syekh Nawawi menyala, menerangi ‘sekedup’nya. Mulailah beliau menulis hingga selesai dan telunjuk jarinya itu kembali padam setelah beliau menjelaskan semua penulisan hingga titik akhir. Konon, kitab tersebut adalah kitab Maroqil Ubudiyah, komentar kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al-Ghazali.
2. Ketika tempat kubur Syekh Nawawi akan dibongkar oleh Pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahatnya akan ditum-puki jenazah lain (sebagaimana lazim di Ma’la) meskipun yang berada di kubur itu seorang raja sekalipun. Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun dikubur. Karena itu, bila pergi ke Makkah, insya Allah kita akan bisa menemukan makam beliau di pemakaman umum Ma’la. Banyak juga kaum muslimin yang mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di Serang Banten.
Syekh Nawawi Al-Bantani mampu melihat dan memperlihatkan Ka’bah tanpa sesuatu alatpun. Cara ini dilakukan oleh Syekh Nawawi ketika membetulkan arah kiblatnya Masjid Jami’ Pekojan Jakarta Kota. 
 
Makam Syech Nawawi al-Bantani
Jenazah Syech Nawawi Masih Utuh Hingga Sekarang
Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota. Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.Terang saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Mekah.

KH.ASNAWI CARINGIN ( ULAMA DAN PENDEKAR BANTEN )

KH.ASNAWI CARINGIN ( ULAMA DAN PENDEKAR BANTEN )

.
kh.Asnawi Caringin Banten 
KH.Asnawi lahir di Kampung caringin sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan ibunya bernama  Ratu Sabi’ah dan merupakan keturunan ke 17 dari Sultan Ageng Mataram atau Raden Fattah . Sejak umur 9 tahun Ayahnya telah mengirim Kh.Asnawi ke Mekkah untuk memperdalam Agama Islam. Di mekkah beliau belajar dengan Ulama kelahiran Banten yang telah termasyhur namanya bernama Syech Nawawi Al Bantani.Kecerdasan yang di miliki beliau dengam mudah mampu menyerap berbagai dsiplin ilmu yang telah di berikan gurunya. Setelah dirasa cukup lama menimba ilmu dari gurunya maka Syech Nawawi Tanara Banten menyuruh muridnya Kh.Asnawi untuk pulang ketanah air untuk mensyiarkan agama Alloh.
Sekembalinya dari Mekkah Kh.Asnawi mulai melakukan dakwah ke berbagai daerah , karena ketinggian ilmu yang dimiliki nama Kh.Asnawi mulai ramai dikenal orang dan menjadi sosok ulama yang menjadi panutan masyarakat Banten. Situasi Tanah air yang masih di kuasai Penjajah Belanda dan rusak nya moral masyarakat pada waktu membuat Kh.Asnawi sering mendapat Ancaman dari pihak pihak yang merasa kebebasannya terusik.  Banten yang terkenal dengan Jawara jawaranya yang memiliki ilmu Kanuragan  dan dahulu terkenal sangat sadis dapat di taklukkan berkat kegigihan dan perjuangan Kh.Asnawi . Beliau juga terkenal sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat di segani  oleh kaum Penjajah Belanda .Kh.Asnawi dalam melakukan dakwahnya juga mengobarkan semangat Nasionalisme anti Penjajah kepada masyarakat hingga akhirnya Kh.Asnawi di tahan di Tanah Abang di asingkan  ke Cianjur  oleh Belanda selama kurang lebih satu tahun dengan tuduhan melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda , Apa yang dilakukan Kh.Asnawi   mendapat dukungan penuh dari rakyat dan dan para ulama  lainnya, seperti para bangsawan dan para jawara. Semenjak runtuhnya kesultanan Banten, terjadi sejumlah pemberontakan yang sebagian besar dipimpin oleh tokoh-tokoh agama. Seperti, pemberontakan di Pandeglang tahun 1811 yang dipimpin oleh Mas Jakaria, peristiwa Cikande Udik tahun 1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851, peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888 yang dipimpin oleh KH. Wasid.
Selama di pengasingan Kh.Asnawi tetap melakukan Dakwah mengajarkan Alquran dan Tarekat kepada masyarakat  sekitar dan  setelah dirasa Aman Kh.Asnawi kembali ke kampungnya di Caringin untuk melanjutkan perjuangan mensyiarkan Islam dengan mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Salapiah Caringin sekitar tahun 1884 Mesjid Caringin ditandai oleh denah empat persegi panjang, pada keempat sisinya terdapat serambi. Arsitektur Masjid dipengaruhi oleh unsur arsitektur lokal, terlihat dari bentuk atapnya dan ditopang oleh arsitektur asing terlihat pada bentuk jendela serta pintu dalam dengan ukuran relatif besar juga pilar-pilar yang mengelilingi Masjid. Menurut cerita bahwa Kayu masjid tersebut berasal dari sebuah pohon Kalimantan  yang di bawa oleh Kh.Asnawi ke Caringin dahulu pohon tersebut tidak bisa di tebang kalaupun bisa di tebang beberapa saat pohon tersebut muncul kembali hingga akhirnya Kh.Asnawi berdo’a memohon kepada Alloh agar diberi kekuatan dan pohon tersebut dapat di tebang serta kayunya dibawa Kh.Asnawi ke Caringin untuk membangun Masjid.
masjid_assalafi_caringin
Tahun 1937 Kh.Asnawi berpulang kerahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri ( Hj.Ageng Tuti halimah, HJ sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafi’ah ) dan di maqomkan di Masjid Salfiah Caringin , hingga kini Masjid Salafiah  Caringin dan maqom beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari sekitar Banten maupun dari berbagai daerah di tanah air banyak pengalaman menarik dari peziarah yang melakukan i’tikaf di masjid tersebut seperti yang diungkap oleh salah seorang jamaah sewaktu melakukan i’tikaf terlihat pancaran cahaya memenuhi ruangan Masjid yang berusia hampir 200 tahun tersebut . Wallohu a’lam

Biografi Mama Aang Nuh Gentur

Biografi Mama Aang Nuh Gentur


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ وَرَّخَ مُسْلِمًا فَكَأَ نَّمَا اَحْيَاهُ وَمَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَ نَّمَا زَارَنِى وَمَنْ زَارَنِى بَعْدَ وَفَاتِى وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِى. روه ابو داود وترمذى

“Barang siapa membuat tarekh (Biografi) seorang muslim, maka sama dengan menghidupkannya. Dan barang siapa ziarah kepada seorang Alim, maka sama dengan ziarah kepadaku (Nabi SAW). Dan barang siapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka wajib baginya mendapat syafatku di Hari Qiyamat. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Ari Mama Aang Nuh Gentur - cianjur eta salahsahiji sosok ulama tanah pasundan anu al-alim al-alamah al-kamilil-wara.

Anjeuna jumeneng dina pertengahan kurun ka tilu  14 H  Teu ka uningakeun taun kelahirannana. tapi anu jelas anjeuna masih keturunan wali agung syehAbdul muhyi pamijahan. Ari nasabna nyaeta :

Silsilah Rundayan-Na ti jihat Ibu-Na nyaeta ngawitan ti :
1.  Nabi Muhammad Saw
2.  Sayyidina Ali karroma Allahu wajhahu dan Fatimati Azzahro’
3. Sayidina Husein As.
4. Sayyidina Ali Zaenal Abidin Ra.
5. Muhammad Al Baqir
6. Ja'far Ashodiq
7. Ali AI'Aridhi
8. Muhammad
9.Isa Albasyari
10. Ahmad Al Muhajir
11. Ubaidillah
12. 'Uluwi
13. Ali Kholi'i Qosim
14. Muhammmad Shohibul Murobath
15.‘Uluwi
16. Abdul Malik
17. Abdullah Khona
18. Imam Ahmad Syah
19.Jamaludin Akbar
20.Asmar Kandi Gisik Karjo Tuban
21.Ishak Makdhum
22 Muhammad Ainul Yaqin
23. Sunan Giri Laya
24. Wira Candera
25. Kentol Sumbirana
26. Rd. Ajeng Tanganziah
27. Waliyullah Syeikh Haji Abdul Muhyi Pamijahan
28. Sembah Dalem Bojong
29. Syekh Nur Katim
30. Syekh Nur Hajid
31. Syekh Abdul Qodir Cihaneut
32. Syekh Muhammad Said
33. Syekh Ahmad Syatibi Gentur (  Mama Ajengan Kaler )
34. Mama Abdul Haqq Nuh Gentur


ti jihat Rama-Na nyaeta ti kawit :

1.   Nabi Adam As.
2.   Nabi Syis As.
3.   Anwar ( Nur cahya )
4.   Sangyang Nurasa
5.   Sangyang Wenang
6.   Sangyang Tunggal
7.   Sangyang Manikmaya
8.   Brahma
9.   Bramasada
10. Bramasatapa
11. Parikenan
12. Manumayasa
13. Sekutrem
14. Sakri
15. Palasara
16. Abiyasa
17. Pandu Dewanata
18. Arjuna
19. Abimanyu
20. Parikesit
21. Yudayana
22. Yudayaka
23. Jaya Amijaya
24. Kendrayana
25. Sumawicitra
26. Citrasoma
27. Pancadriya
28. Prabu Suwela
29. Sri Mahapunggung
30. Resi Kandihawan
31. Resi Gentayu
32. Lembu Amiluhur
33. Panji Asmarabangun
34. Rawisrengga
35. Prabu Lelea ( maha raja adi mulya )
36. Prabu Ciung Wanara
37. Sri Ratu Dewi Purbasari
38. Prabu Lingga Hyang
39. Prabu Lingga Wesi
40. Prabu Susuk Tunggal
41. Prabu Banyak Larang
42. Prabu Banyak Wangi / Munding sari I
43. ( a ) Prabu Mundingkawati / Prabu Lingga Buana
             / Munding wangi (Raja yang tewas di Bubat)
      ( b ) Prabu boros ngora / Buni sora suradipati
              / Prabu Kuda lelean berputra : Ki Gedeng Kasmaya
44. Prabu Wastu Kencana / Prabu Niskala wastu kancana
      / Prabu Siliwangi I
45. Prabu Anggalarang / Prabu Dewata Niskala /
      Jaka Suruh ( Raja Galuh / Kawali )  
46. Prabu Siliwangi II / Prabu Jaya dewata
      / Raden Pamanah rasa / Sri Baduga Maha Raja
47. Ratu Galuh
48. Ratu Puhun
49. Kuda Lanjar
50. Mudik Cikawung Ading
51. Entol Penengah
52. Sembah Lebe Warto Kusumah
53. Waliyullah Syeikh Haji Abdul Muhyi Pamijahan
54. Sembah Dalem Bojong
55. Syekh Nur Katim
56. Syekh Nur Hajid
57. Syekh Abdul Qodir Cihaneut
58. Syekh Muhammad Said
59. Syekh Ahmad Syatibi Gentur (  Mama Ajengan Kaler )
60. Mama Abdul Haqq Nuh Gentur



PARA GURUNYA :

1.    Ayahnya sendiri yakni Mama Ajengan Kaler ( K.H.Ahmad Syathiby)
2.    Uaknya yakni Mama Ajengan Kidul K.H. Muhammad Qurthuby
3.    Mama Cijerah K.H. Muhammad Syafi`i

TEMAN SEPERJUANGANNYA DI PONDOK PESANTREN CIJERAH :
1. Mama Sindang Sari ( K.H.Thoha bin K.H.Muhammad Showi )
2. Mama Badaraksa ( K.H.Thoha bin K.H.Hasan Al-Mustawi )
3. Mama Gelar ( K.H.Abdus Shommad )
4. Mama Obay karawang
5. Mama Syarifuddin Ponpes Fathul Huda cipaku Samarang garut
6. Ir.Soekarno Hatta ( Presiden RI pertama )
7. Dll.

AWAL KARAMAH NYA :
di waktu beliau berziarah ke makam Habib  Husen bin Abu bakar Al-Aydrus di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, beliau langsung bertemu secara jaga ( yaqozhoh ) dengan Habib  Husen bin Abu bakar Al-Aydrus dan di sambut baik sambil keluar dari dalam kuburnya....kemudian ditalqin dan di baiat langsung oleh Habib  Husen bin Abu bakar Al-Aydrus pemilik makam keramat luar batang....Masya Allah....itu semua adalah kekuasaan Allah Swt.

SEBAGIAN KARAMAH NYA :
- naik di atas monas dan ditembaki oleh jepang tahu-tahu berada di rumahnya
- masuk kedalam drum di tembaki oleh blanda tahu-tahu berada di rumahnya
- orang yang sedang melamun ditempelengnya kemudian  di suruh jualan peuyeum ubi kemudian orang tersebut mendadak kaya
dan banyak lagi Karamah yang lainnya yang belum Admin. tulis.....

Beliau wafat pada tahun 1990 M. semoga beliau dirahmati Allah...Aaaaaamiiiin.

sunah-sunah di hari jum'at

1. Perbanyak Shalawat
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi)
2. Membaca Surat Al Kahfi di malam atau siang hari Jum’at.
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua jum’at” (HR. Hakim).
3. Memperbanyak do’a di hari Jum’at.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang hari Jum’at, lantas beliau bersabda, “Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia memanjatkan suatu do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada hadits yang menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari Jum’at yang dimaksud. Hadits tersebut adalah dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Waktu siang di hari Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang Muslim memohon pada Allah ‘Azza wa Jalla sesuatu (di suatu waktu di hari Jum’at) pasti Allah ‘Azza wa Jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.” (HR. Abu Daud).
4. Mandi Jum’at
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa (yang menggauli istrinya) sehingga mewajibkan mandi pada hari Jum’at kemudian diapun mandi, lalu bangun pagi dan berangkat (ke masjid) pagi-pagi, dia berjalan dan tidak berkendara, kemudian duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama tanpa sendau gurau, niscaya ia mendapat pahala amal dari setiap langkahnya selama setahun, balasan puasa dan shalat malam harinya.” (HR. Tirmidzi no. 496, An Nasai 3/95-96, Ibnu Majah no. 1078, dan Ahmad 4/9)
Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda :
"Siapa yang mandi pada hari jum'at dan memakai pakaian terbaik yang dimiliki, memakai harum-haruman jika ada, kemudian pergi jum'at dan di sana tidak melangkahi bahu manusia lalu ia mengerjakan sholat sunnah, kemudia ketika imam datang ia diam sampai selesai sholat jum'at maka perbuatannya itu akan menghapuskan dosanya antara jum'at itu dan jum'at sebelumnya." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Mandi Jum’at ini menurut jumhur (mayoritas) ulama, hukumnya adalah sunnah (bukan wajib). Di antara alasannya adalah dalil, “Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhal.” (HR. An Nasai, At Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
5. Menggunakan Minyak Wangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhari). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/387.
7. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau Khatib
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
8. Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat
Rasulullah bersabda yang artinya, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)
9. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah
“Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
sumber @teladanrasul

sejarah pondok pesantren

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia .Keberadaan Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Tanah air mempunyai andil yang sangat besar dalam pembentukan karakter masyarakat bangsa Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia memiliki potensi keberagaman berbagai hal baik kultur, maupun sosial. ( different culture and social ), yang menyatu dalam kesatuan ( unity diversity ) sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sudah banyak bukti tentang peran pesantren-pesantren yang ada disekitar kita terhadap pembentukan mental spiritual yang riligius, disamping itu membentuk masyarakat bangsa Indonesia yang memiliki potensi budaya sosial yang mencerminkan sifat dan watak kepribadian yang luhur dan beretika sehingga dimata dunia internasional disegani dan di hormati.
Berpuluh -puluh tahun pesantren berpacu dengan arus zaman dan pengaruh budaya barat yang terkadang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita sebagai bangsa yang bermartabat dan memiliki pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang santun .Dan pesantren masih tetap berusaha bertahan dalam terjangan zaman dan pola hidup hedonis di era global ini .
Pesantren khusunya pesantren salaf , memang mengalami banyak penurunan jumlah santri .Anak -anak zaman sekarang lebih senang memilih dan mengedepankan pendidikan umum daripada belajar kajian ilmu-ilmu pesantren .Seperti Ulumul Qur an , Hadist , dan Ushul Fiqh dan kitab-kitab yang mengajarkan akhlaq karangan ulama terdahulu.Pesantren salaf di era global memang semakin terdesak oleh arys zaman .
Di era globalisasi ini dimana perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan technology yang modern mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola hidup dan pola pikir masyarakat berpengaruh besarvterhadap eksistensi pesantren salaf .Dimana dalam kebanyakan pesantren telah terjadi perubahan dalam proses pembelajaran .
Memang ,perkembangan dan perubahan sistem informasi dan technology ( technology and information system cange ) dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat secara umum didunia. Sehingga dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang signifikan dalam kehidupan masyarakat dalam hal kebutuhan hidup ( life need ) dan juga dalam gaya hidup ( life style) .
Namun Pesantren dengan segala ciri khasnya akan senantiasa memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dalam pembangunan manusia seutuhnya dalam lingkungan masyarakat yang religius dan akan menjadi obor sebagai penerang dalam kegelapan dan mampu akan memercikkan cahaya-cahaya yang indah dan mengagumkan yang biasa membuat kita terkesan, juga diharapkan mampu menghasilkan perubahan-perubahan dalam masyarakat sekitar dari kebodohan menjadi berilmu, dari kedhaliman menjadi cahaya iman, dari kemaksiatan menjadi taubat yang sungguh dan lain-lain. Ini berkat gigihnya pengelola para pondok pesantren dalam berusaha mengembangkan dan mensyiarkan ajaran agama Islam ditengah kehidupan masyarakat yang masih jauh tertinggal untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai kewajiban atas pribadinya ( individual self ).
Terakhir , keberadan teknologi yang semakin maju tak seharusnya menggerus tradisi 0tradisi pesantren yang telah menjadi simbol perjuangan ulama-ulama terdahulu .Yang mana beliau-beliau berjuang tidak hanya mengandalkan kepandaian belaka melainkan juga dengan keikhlasan hati dan pengorbanan .Pesantren salaf tetaplah akan lebih baik tetap mempertahankan kesalafannya daripada mengadopsi sistem pendidikan lain , meski dari barat sekalipun .Karena pesantren salaf jugalah Indonseia ini ada.

KH Ahmad Sanusi

KH Ahmad Sanusi



Mengungkap perjuangan Kyai Haji Ahmad Sanusi atau Ajengan Gunung Puyuh merupakan pekerjaan yg menarik dan penuh pelajaran. Ia adalah salah satu sosok ulama kharismatik yang tidak hanya milik masyarakat Sukabumi atau warga PUI, tetapi sudah menjadi milik bangsa Indonesia. Peranannya dalam panggung sejarah Indonesia baik itu masa pergerakan atau revolusi, dan sumbangannya terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia tidak bias trbantahkan lagi.
Ajengan panggilan khas untuk seorang yang memiliki wawasan keilmuan di daerah (suku) Sunda, panggilan tersebut sebagaimana Kiyai di daerah Jawa, dan Tengku di Aceh. Ahmad Sanusi juga demikian, sebagai seorang yang berilmu ia juga biasa dipanggil dengan Ajengan Sanusi selain label Kiyai Haji, sebagaimana sebutan yang lain. Lahir di Kawedanan Cibadak, Sukabumi.
Jejak warisan yang ditinggalkan-nya, yaitu berupa lembaga pendidikan yang masih bisa dilihat sampai sekarang Pesantren Genteng Babakan Sirna, Cibadak Sukabumi Jawa-Barat. Bahkan oleh Pemda Jawa Barat pernah diusulkan mendapatkan pengakuan sebagai pahlawan, karena memang pernah melakukan perlawanan terhadap penjajah colonial Belanda pada masa kemerdekaan .
PEMIKIRAN K. H AHMAD SANUSI
A. Riwayat Hidup dan Pendidikannya  
Ahmad Sanusi dilhirkan pada pada tanggal 3 Muharram 1036 H, bertepatan dngan tanggal 18 september 1889 di Desa Cantayan, kecamatan Cikembar, Kawedanan Cibadak,[1] Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.[2] Ayahnya bernama K. H Abdurrahim bin Haji Yasin, seorang pengasuh pesantren di Cantayan, Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari isteri ang pertama yang bernama Epok, yang wafat pada tanggal 15 syawal ahun 1369 H/1950. dan wafat pada tahun 1950 di Pesantren Gunung Puyuh Sukabumi.
Haji Ahmad Sanusi dibesarkan dalam lingkungan kehidupan yang agamis, dan sejak kecil ia terbiasa dengan lingkungan yang memiliki perhatian tinggi terhadap agama dan kehidupan beragama islam. Mula-mula Ahmad Sanusi belajar ilmu agama islam di pesantren Cantayan milik orang tuanya sendiri sampai dengan usia 15. setelah dianggap cukup dewasa dia disuruh belajar di luar lingkungan pesantren yang di pimpin ayahnya. Ini dimaksudkan agar ia selain memperdalam ilmu Agama, juga untuk nenambah pengalaman dan memperluas pergaulannya dengan masyarakat.
Atas anjuran ayahnya, ia kemudian pada tahun 1903 melanjutkan studinya, sebagai langkah pertama, Ahmad Sanusi pergi ke pesantren yang tidak jauh dari rumahnya guru yang pertama kali ia datangi adalah K.H. Muhammad Anwar dari pesantren Salajambe, Cisaat selama 8 bulan. Setelah itu ia bergurukepada K.H Zaenal Arif di Pesantren Sukaraja selama 6 bulan kemudian berguru kepada K.H Muhammad Siddikdi Pesantren Sukamantri. Ahmad Sanusi kemudian bergru kepada para kyai di luar sukabumi seperti kyai di pesantren Cilaku selama 12 bulan dan pesantren Ciajag di Cianjur selama 5 bulan.
Dari Cianjur Ahmad Sanusi berguru kepada K.H Sujai di pesantren Gudang Tasikmalaya selama 12 bulan. Setelah itu berguru kepada K.H Ahmad Satibi di pesantren Gentur di desa Jambudipa kecamatan Warungkondang Cianjur selama enam bulan dan pesantren Keresek Garut selama tujuh bulan serta pesantren Bunikasih Garut selama tiga bulan.[3]
Di pesantren Gentur inilah Ahmad Sanusi dianggap sebagai santri yang kurang ajar oleh santri lainnya, karena ia sering berani menentang pendapat gurunya. Ia berani bertanya dan mengemukakan pedapatnya yang berbeda dengan gurunya, padahal tradisi pesantren waktu itu sangat tabu untuk bertanya apalagi berdebat dengan guru.
Dari sekian banyak pesantren dan guru yang ia singgahi, ia tinggal antara dua bulan sampai satu tahun, karena ilmu-ilmu yang ia pelajari di pesantren pada umunya sudah ia kuasainya dan sudah dipelajari dipesantren lainnya.
Pada tahun 1909, Ahmad Sanusi berangkat ke Makkah, setelah lebih dahulu menikah dengan Siti Juwairiyah, puteri H. Arfandi dari Kebon Pedes Sukabumi. Selain untuk menunaikan ibadah haji, kepergiannya ke mekkah itu juga dimaksudkan untuk memperdalam ilmu agama dengan berguru kepada ulama local maupun ulama pendatang yang bermukim di kota Mekkah. Seperti, Syekh Ali Maliki, Syehk Ali Thayyibi, Syekh Saleh Bafadil, Said Jawani, Haji Muhammad Junaedi dan Haji Mukhtar. Mereka semuanya adalah ulama bermadzhab Syafi’iyah.
Ahmad Sanusi bermukim di Makkah kurang lebih selama tujuh tahun dan selama itu ia memanfaatkan waktunya untuk memperdalam ilmu agama, juga mempelajari pengetahuan umum dan sedikit berkenalan dengan masalah politik. Ketika berada di Makkah ia juga mendapatkan kehormatamn untuk menjadi Imam di Masjidil Haram.  
 B. Pemikirannya Terhadap Umat dan Pedidikan
Pemikiran-pemikiran ajengan Ahmad Sanusi dituangkanya dalam berbagai karya, seperti Raudhatul Irfan, kitab terjamah bahasa Sunda per-kata dan dilengkapi dengan tafsir penjelas secara ringkas. Tafsir ini telah dicetak ulang berpuluh kali dan sampai sekarang masih dipakai oleh majlis-majlis ta’lim di wilayah Jawa Barat. Karya lainya adalah serial Tamsyiyyatul Muslimin, tafsir al-Qur’an dalam bahasa Melayu (Indonesia). Setiap ayat-ayat al-Qur’an disamping ditulis dengan huruf Arab juga ditulis (transleterasi) dalam huruf Latin. Sementara banyak ulama pada waktu itu memandang usaha KH. Ahmad Sanusi sebagai suatu bid’ah yang haram, sehingga menimbulkan perdebatan yang sengit. Serial tafsir ini, sarat dengan pesan-pesan tentang pentingnya harga diri, persamaan, persaudaraan dan kemerdekaan di kalangan umat . Kitab lain yang juga ditulis adalah Malja al-Talibin fi Tafsir Kalam Tabb al-Alamin , dan Raudah al-‘Irfan.
Aktifitas menulisnya kembali dijalani setelah namanya di coret dari keanggotaan BPUPKI yang mewakili PUI di Masyumi karena dianggap terlalu memihak Islam. Lebih dari 75 buku ditulisnya, namun sayang karya-karya tersebut tidak semuanya sampai kepada kita.
Selama di Makkah pada tahun 1908 bersama istrinya, dalam beberapa kesempatan ilmiahnya bacaan-bacaan kaum pembaharu seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Walaupun demikian ia tetap berpegang (memberikan porsi yang adil) terhadap madzhab Syafi’I.
Pemikiran Ahmad Sanusi dalam bidang pendidikan dapat diketahui melalui upaya-upaya yang dilakukannya sebagai berikut:
1. Upaya Memajukan Pendidikan
Salah satu upaya untuk memajukan bidang pendidikan, Ahmad Sanusi membentuk lembaga pendidikan Ibtidaiyah dan Madrasah Diniyah. Di lembaga ini diajarkan selain pengetahuan agama, juga pengetahuan umum yang berdasarkan ajaran Islam. Untuk memajukan dan mengembangkan pengetahuan para kyai, Ahmad Sanusi menyelenggarakan kursus-kursus kepemimpinan, politik dan mengaktifkan pengajian mingguan sebagai sarana pengkajian dan pendalaman ilmu-ilmu agama.
Untuk meningkatkan para kyai dan masyarakat luas dalam bidang pemahaman alqur’an, maka pada bula oktober 1932, ia menerbitkan Tamsyiyatul Muslimin yang merupakan kitab tafsir pertama kali di sukabumi, kitab ini ditulis dalam dua bahaa arab dan latin. Karena penulisan tafsir ini merupakan sesuatu yang baru dalam masyarakat sukabumi, bahkan di Jawa Barat, aka penerbitannya tidak luput dari kecaman dan tantangan.
2. Sistem, Metode dan Kurikulum Pendidikan
Pondok Pesantren “Syamsul Ulum” yang dibangun oleh Ahmad Sanusi merupakan sarana untuk mereflesikan konsep pendidikan keagamaan yang dirancangnya. Salah satu sistem pendidikan yang baru dan pertama kali diperkenalkan di daerah Sukabumiadalah sistem klasikal.
Jenjang pendidikan yang harus ditempuh di perguruan ini terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tingkat rendah, menengah dan tingkat tinggi. Masing-masing tingkat terdiri dari empat kelas yaitu kelas satu sampai kelas empat dengan masa belajar empat tahun.
C. Implementasi Pemikirannya
Pemikiranya di implemantasikan dalam dua bentuk, Pertama ; berupa perjuangan melalui gerakan keumatan baik dalam bentuk organisasi maupun perlawanan khususnya terhadap penjajah, dan Kedua ; berupa lembaga pendidikan pesantren.
Pemikiran dan gerakan model pertama, beliau wujudkan dalam bentuk keaktifan beliau bersama ulama-ulama yang lainya dengan mendirikan PUII dan PUI. Serta ikut terlibat dalam perlawanan terhadap penjajah beserta santri-santri Pesantren Genteng Babakan Sirna pada bulan November 1926. Akibatya ia dipenjara di Sukabumi selama 6 bulan dan di Cianjur 7 bulan. Kemudian beliau diasingkan oleh pemerintah penjajah Belanda ke Tanah Tinggi Jakarta selama 7 tahun (1927-1934).
Dalam masa kemerdekaan, Ahmad Sanusi adalah tokoh SI, akibatnya ia menjadi tahanan Belanda di Batavia selama 7 tahun. Selama di pengungsian, ia menulis buku dan membentuk suatu organisasi yang bernama al-Ittihadiat al-Islamiyah pada tahun 1931.
Yang kedua, beliau juga sangat peduli dengan dunia pendidikan diantaranya adalah pendirian Pesantren Syamsul Ulum. Beliau beralasan dengan memperhatikan pendidikan maka perubahan akan berproses. Menurut ajengan Ahmad Sanusi, ijtihad hanya bisa dilakukan oleh muslim yang menguasai alat-alatnya seperti pandai bahasa Arab, mengetahui isi al-Qur’an, mengetahui al-Hadist, dan lain-lain .
Data ini penting karena, selain A. Hasan dari Persis yang menyuarakan tajdid, Ahmad Sanusi ternyata juga melakukan hal yang sama, tapi dengan cara yang berbeda, isu yang digunakan secara cultural melalui penerjemahan berbahasa sunda dan gerakan ekonomi bersama KH. Abdul Halim dari Majalengka. Beliau juga menjadi salah satu Pengurus Badan Wakaf STI, yang menjadi cikal bakal Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Selain itu Ahmad Sanusi juga menerbitkan majalah al-Hidayah al-Islamiyah dan majalah at-Tabligh al-Islam (da’wah Islam), sebagai bahan bacaan dalam rangka da’wah bi al-lisan (da’wah yang disampaiakn secara lisan). Al-Ittihadiyah al-islamiyah akhirnya dibubarkan oleh penguasa Jepang, namun beliau melakukan perubahan terhadap nama organisasi tersebut dengan Persatuan Umat Islam (PUI).
Pada masa awal pendudukan Jepang tahun 1942, semua partai politik dan organiasi pergerakan dibubarkan oleh penguasa Jepang. Termasuk organiasasi yang dipimpin oleh Ahmad Sanusi. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian Jepang mengeluarkan maklumat bahwa parpol dan ormas diizinkan kembalai. Federasi MIAI aktif lagi menjadi dan diubah namanya menjadi Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Sedangkan Persyarikatan Oelama (PO) diganti namanya Perikatan Oemat Islam (POI)yang kemudian diubah ejaanya menjadi Perikatan Umat Islam (PUI). Di tempat tinggal Ahmad Sanusi, beliau mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Seperti halnya Perikatan Umat Islam (PUI), sejarah perjuangan PUII juga melalui proses perkembangan dan pergantian nama yang pada awal didirikanya bernama al-Ittihadiyau al-Islamiyah.
Khittah perjuangan PUII pimpinan Ajengan Ahmad Sanusi di Sukabumi secara prinsipil sama dengan khittah perjuangan PUI pimpinan KH. Abdul Halim di Majalengka. Kesamaan visi dan misi serta cita-cita kedua organisasi tersebut akhirnya mendorong kedua belah pihak untuk melebur organisasi mereka menjadi satu organisasi. Setelah melalui proses yang cukup panjang serta beberapa kali pertemuan dan perundingan, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk mendeklarasikan fusi (peleburan) organisasi Perikatan Umat Islam (PUI) dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1371 H bertempat di Gedung Nasional Kota Bogor .
Namun pada tahun 1944 justru kemudian beliau diangkat menjadi salah seorang instruktur latihan yang diselenggarakan untuk mengadakan konsilidasi politik Jepang dengan umat Islam. Dan pada tahun 1944, ia diangkat oleh Jepang sebagai wakil residen di Bogor.
D. Agenda Perbaikan Umat
Dilihat dari kiprahnya yang memang berbasis pendidikan pesantren selama bersama ayahnya, demikian juga setelah kepulangannya dari Makkah. Pada tahun 1915 beliau kembali mengajar di pesantren ayahnya selama kurang lebih 3 tahun.
Pendidikan dalam artian satu kegiatan yang diharapkan akan menjadi basis berubahan secara khusus menjadi perhatian yang sangat serius oleh Ahmad Sanusi. Pendidikan yang dimaksud adalah cita-cita untuk membentengi aqidah umat dan melahirkan pendidikan yang membebaskan. Karena disatu sisi ia menyaksikan pendidikan Islam (pesantren) tertinggal jauh oleh pendidikan yang diselenggarakan oleh misionaris Kristen, sedangkan disisi yang lain pendidikan Islam (non formal) yang ada waktu itu adalah penghulu yang menjadi ajang kepanjangan tangan pemerintah colonial .
E. Karya Tulis Ahmad Sanusi
Selain sebagai kyai dan aktivis di organisasi, Ahmad Sanusi juga seorang penulis yang produktif. Ahmad Sanusi yang oleh sebagian orang dinilai sebagai kyai tradisional. Namun ternyata amat peka terhadap pembaharuan dan perkembangan zaman. Banyak karya tulis yang dihasilkannya yang mencapai lebih dari 250 buah, baik dalam bentuk buku, kitab dan artikel yang dimuat dalam berbagai majalah dan media massa.
Dari sekian banyak karya tulisnya itu bisa diketegorikan ke dalam empat bidang sebagai berikut:
Pertama, dalam bidang tafsir seperti , Raudhlatul Irfan fi Ma’rifat Alqur’an, Maljau Al-Thalibin, Ushul Al-Islam fi Tafsir Kalam al-Muluk al-‘Alam fi Tafsir Surah Al-Fatihah dll.
Kedua, dalam bidang fiqih, seperti,  al-Jauhar al-Mardhiyah fi Mukhtar al-Furu’ as-Syafi’iyah, at-Tanbih al-Mahir fi al-Mukhalith wa al-Mujawir, dll
Ketiga, dalam bidang Ilmu Kalam, seperti, Haliyat al-‘Aql wa al-Fikr fi Bayan Muqtadiyatas-Syirk wa al-Fikr, Miftah al-Jannah fi Bayan Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah, dll
Keempat, dalam bidang Tasawuf, seperti, Siraj al-Afkar, Dalil as-Sairin, At-Tamsiyah al-Islam fi Manaqib al-Aimmah, dll.
Inilah karya-karya beliau yang menunjukkan bahwa beliau juga termasuk penulis yang produktif.

Syaikh Syarifuddin

Muslimedianews ~ Kembali mengingat peristiwa tahun 90-an, dunia saat itu gempar dengan berita besar
seorang bayi berumur 2 bulan dari keluarga Katholik di Afrika yang menolak dibaptis. “Mama, unisibi baptize naamini kwa Allah, na jumbe wake Muhammad” (Ibu, tolong jangan baptis saya. Saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad).

Ayah dan ibunya, Domisia-Francis, pun bingung. Kemudian didatangkan seorang pendeta untuk berbicara kepada bayinya itu: “Are You Yesus?” (Apakah kamu Yesus?).

Kemudian dengan tenang sang bayi Syarifuddin menjawab:“No, I’m not Yesus. I’m created by God. God, The same God who created Jesus” (Tidak, aku bukan Yesus. Aku diciptakan oleh Tuhan, Tuhan yang sama dengan yang menciptakan Yesus). Saat itu ribuan umat Kristen di Tanzania dan sekitarnya dipimpin bocah ajaib itu mengucapkan dua kalimat syahadat.

Bocah Afrika kelahiran 1993 itu lahir di Tanzania Afrika, anak keturunan non Muslim. Sekarang bayi itu sudah remaja, setelah ribuan orang di Tanzania-Kenya memeluk agama Islam berkat dakhwahnya semenjak kecil. Syarifuddin Khalifah namanya, bayi ajaib yang mampu berbicara berbagai bahasa seperti Arab, Inggris, Perancis, Italia dan Swahili. Ia pun pandai berceramah dan menterjemahan al-Quran ke berbagai bahasa tersebut. Hal pertama yang sering ia ucapkan adalah: “Anda bertaubat, dan anda akan diterima oleh Allah Swt.”

Syarifuddin Khalifah hafal al-Quran 30 juz di usia 1,5 tahun dan sudah menunaikan shalat 5 waktu. Di usia 5 tahun ia mahir berbahasa Arab, Inggris, Perancis, Italia dan Swahili. Satu bukti kuasa Allah untuk menjadikan manusia bisa bicara dengan berbagai bahasa tanpa harus diajarkan.

Latar Belakang Syarifuddin Khalifah

Mungkin Anda terheran-heran bahkan tidak percaya, jika ada orang yang bilang bahwa di zaman modern ini ada seorang anak dari keluarga non Muslim yang hafal al-Quran dan bisa shalat pada umur 1,5 tahun, menguasai lima bahasa asing pada usia 5 tahun, dan telah mengislamkan lebih dari 1.000 orang pada usia yang sama. Tapi begitulah kenyatannya, dan karenanya ia disebut sebagai bocah ajaib; sebuah tanda kebesaran Allah Swt.

Syarifuddin Khalifah, nama bocah itu. Ia dilahirkan di kota Arusha, Tanzania. Tanzania adalah sebuah negara di Afrika Timur yang berpenduduk 36 juta jiwa. Sekitar 35 persen penduduknya beragama Islam, disusul Kristen 30 persen dan sisanya beragam kepercayaan terutama animisme. Namun, kota Arusha tempat kelahiran Syarifuddin Khalifah mayoritas penduduknya beragama Katolik. Di urutan kedua adalah Kristen Anglikan, kemudian Yahudi, baru Islam dan terakhir Hindu.

Seperti kebanyakan penduduk Ashura, orangtua Syarifuddin Khalifah juga beragama Katolik. Ibunya bernama Domisia Kimaro, sedangkan ayahnya bernama Francis Fudinkira. Suatu hari di bulan Desember 1993, tangis bayi membahagiakan keluarga itu. Sadar bahwa bayinya laki-laki, mereka lebih gembira lagi.

Sebagaimana pemeluk Katolik lainnya, Domisia dan Francis juga menyambut bayinya dengan ritual-ritual Nasrani. Mereka pun berkeinginan membawa bayi manis itu ke gereja untuk dibaptis secepatnya. Tidak ada yang aneh saat mereka melangkah ke Gereja. Namun ketika mereka hampir memasuki altar gereja, mereka dikejutkan dengan suara yang aneh. Ternyata suara itu adalah suara bayi mereka. “Mama usinibibaptize, naamini kwa Allah wa jumbe wake Muhammad!” (Ibu, tolong jangan baptis saya. Saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad).

Mendengar itu, Domisia dan Francis gemetar. Keringat dingin bercucuran. Setelah beradu pandang dan sedikit berbincang, mereka memutuskan untuk membawa kembali bayinya pulang. Tidak jadi membaptisnya.

Awal Maret 1994, ketika usianya melewati dua bulan, bayi itu selalu menangis ketika hendak disusui ibunya. Domisia merasa bingung dan khawatir bayinya kurang gizi jika tidak mau minum ASI. Tetapi, diagnose dokter menyatakan ia sehat. Kekhawatiran Domisia tidak terbukti. Bayinya sehat tanpa kekurangan suatu apa. Tidak ada penjelasan apapun mengapa Allah mentakdirkan Syarifuddin Khalifah tidak mau minum ASI dari ibunya setelah dua bulan.

Di tengah kebiasaan bayi-bayi belajar mengucapkan satu suku kata seperti panggilan “Ma” atau lainnya, Syarifuddin Khalifah pada usianya yang baru empat bulan mulai mengeluarkan lafal-lafal aneh. Beberapa tetangga serta keluarga Domisia dan Francis terheran-heran melihat bayi itu berbicara. Mulutnya bergerak pelan dan berbunyi: “Fatuubuu ilaa baari-ikum faqtuluu anfusakum dzaalikum khairun lakum ‘inda baari-ikum, fataaba ‘alaikum innahuu huwattawwaburrahiim.”

Orang-orang yang takjub menimbulkan kegaduhan sementara namun kemudian mereka diam dalam keheningan. Sayangnya, waktu itu mereka tidak mengetahui bahwa yang dibaca Syarifuddin Khalifah adalah QS. al-Baqarah ayat 54.

Domisia khawatir anaknya kerasukan setan. Ia pun membawa bayi itu ke pastur, namun tetap saja Syarifuddin Khalifah mengulang-ulang ayat itu. Hingga kemudian cerita bayi kerasukan setan itu terdengar oleh Abu Ayub, salah seorang Muslim yang tinggal di daerah itu. Ketika Abu Ayub datang, Syarifuddin Khalifah juga membaca ayat itu. Tak kuasa melihat tanda kebesaran Allah, Abu Ayub sujud syukur di dekat bayi itu.

“Francis dan Domisia, sesungguhnya anak kalian tidak kerasukan setan. Apa yang dibacanya adalah ayat-ayat al-Qur’an. Intinya ia mengajak kalian bertaubat kepada Allah,” kata Abu Ayub.

Beberapa waktu setelah itu Abu Ayub datang lagi dengan membawa mushaf. Ia memperlihatkan kepada Francis dan Domisia ayat-ayat yang dibaca oleh bayinya. Mereka berdua butuh waktu dalam pergulatan batin untuk beriman. Keduanya pun akhirnya mendapatkan hidayah. Mereka masuk Islam. Sesudah masuk Islam itulah mereka memberikan nama untuk anaknya sebagai “Syarifuddin Khalifah”.

Keajaiban berikutnya muncul pada usia 1,5 tahun. Ketika itu, Syarifuddin Khalifah mampu melakukan shalat serta menghafal al-Quran dan Bible. Lalu pada usia 4-5 tahun, ia menguasai lima bahasa. Pada usia itu Syarifuddin Khalifah mulai melakukan safari dakwah ke berbagai penjuru Tanzania hingga ke luar negeri. Hasilnya, lebih dari seribu orang masuk Islam.

Kisah Nyata Syarifuddin Mengislamkan Ribuan Orang

Kisah nyata ini terjadi di Distrik Pumwani, Kenya, tahun 1998. Ribuan orang telah berkumpul di lapangan untuk melihat bocah ajaib, Syarifuddin Khalifah. Usianya baru 5 tahun, tetapi namanya telah menjadi buah bibir karena pada usia itu ia telah menguasai lima bahasa. Oleh umat Islam Afrika, Syarifuddin dijuluki Miracle Kid of East Africa.

Perjalanannya ke Kenya saat itu merupakan bagian dari rangkaian safari dakwah ke luar negeri. Sebelum itu, ia telah berdakwah ke hampir seluruh kota di negaranya, Tanzania. Masyarakat Kenya mengetahui keajaiban Syarifuddin dari mulut ke mulut. Tetapi tidak sedikit juga yang telah menyaksikan bocah ajaib itu lewat Youtube.

Orang-orang agaknya tak sabar menanti. Mereka melihat-lihat dan menyelidik apakah mobil yang datang membawa Syarifuddin Khalifah. Beberapa waktu kemudian, Syaikh kecil yang mereka nantikan akhirnya tiba. Ia datang dengan pengawalan ketat layaknya seorang presiden.

Ribuan orang yang menanti Syarifuddin Khalifah rupanya bukan hanya orang Muslim. Tak sedikit orang-orang Kristen yang ikut hadir karena rasa penasaran mereka. Mungkin juga karena mereka mendengar bahwa bocah ajaib itu dilahirkan dari kelarga Katolik, tetapi hafal al-Quran pada usia 1,5 tahun. Mereka ingin melihat Syarifuddin Khalifah secara langsung.

Ditemani Haji Maroulin, Syarifuddin menuju tenda yang sudah disiapkan. Luapan kegembiraan masyarakat Kenya tampak jelas dari antusiasme mereka menyambut Syarifuddin. Wajar jika anak sekecil itu memiliki wajah yang manis. Tetapi bukan hanya manis. Ada kewibawaan dan ketenangan yang membuat orang-orang Kenya takjub dengannya. Mengalahkan kedewasaan orang dewasa.

Kinilah saatnya Syaikh cilik itu memberikan taushiyah. Tangannya yang dari tadi memainkan jari-jarinya, berhenti saat namanya disebut. Ia bangkit dari kursi menuju podium.

Setelah salam, ia memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi. Bahasa Arabnya sangat fasih, diakui oleh para ulama yang hadir pada kesempatan itu. Hadirin benar-benar takjub. Bukan hanya kagum dengan kemampuannya berceramah, tetapi juga isi ceramahnya membuka mata hati orang-orang Kristen yang hadir pada saat itu. Ada seberkas cahaya hidayah yang masuk dan menelusup ke jantung nurani mereka.

Selain pandai menggunakan ayat al-Quran, sesekali Syarifuddin juga mengutip kitab suci agama lain. Membuat pendengarnya terbawa untuk memeriksa kembali kebenaran teks ajaran dan keyakinannya selama ini.

Begitu ceramah usai, orang-orang Kristen mengajak dialog bocah ajaib itu. Syarifuddin melayani mereka dengan baik. Mereka bertanya tentang Islam, Kristen dan kitab-kitab terdahulu. Sang Syaikh kecil mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Dan itulah momen-momen hidayah. Ratusan pemeluk Kristiani yang telah berkumpul di sekitar Syarifuddin mengucapkan syahadat. Menyalami tangan salah seorang perwakilan mereka, Syarifuddin menuntun syahadat dan mereka menirukan: “Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullah.”

Syahadat agak terbata-bata. Tetapi hidayah telah membawa iman. Mata dan pipi pun menjadi saksi, air mata mulai berlinang oleh luapan kegembiraan. Menjalani hidup baru dalam Islam. Takbir dari ribuan kaum muslimin yang menyaksikan peristiwa itu terdengar membahana di bumi Kenya.

Bukan kali itu saja, orang-orang Kristen masuk Islam melalui perantaraan bocah ajaib Syarifuddin Khalifah. Di Tanzania, Libya dan negara lainnya kisah nyata itu juga terjadi. Jika dijumlah, melalui dakwah Syarifuddin Khalifah, ribuan orang telah masuk Islam. Ajaibnya, itu terjadi ketika usia Syaikh kecil itu masih lima tahun.

Para ulama dan habaib sangat mendukung dakwah Syaikh Syarifuddin Khalifah. Bahkan ulama besar seperti al-Habib ali al-Jufri pun rela meluangkan waktunya untuk bertemu anak ajaib yang kini remaja dan berjuang dalam Islam. (Dikutip dari buku Mukjizat dari Afrika, Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang; Syarifuddin Khalifah).

Koleksi video Syarifuddin Khalifah saat kecil hingga dewasanya bisa Anda lihat di saluran ini: http://www.youtube.com/channel/UCvBjZN8LVWwvPh4eLLxmY-w/videos

Sya’roni As-Samfuriy, Cikarang Bekasi 20 Mei 2014