DAFTAR
ISI
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan
agung.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.
Memenuhi
salah satu tugas Metodologi Study Islam
2.
Mengetahui
peranan mahasiswa dalam pembelajaran Metodologi Islam di Indonesia
3.
Menumbuhkembangkan
dan memantapkan sikap profesional yang diperlukan mahasiswa untuk menunjang
tanggung jawab sebagai mahasiswa fakultas Pendidikan Agama Islam
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u,
qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun
(al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah
ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah
yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan
diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya Ibadah. yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari.
Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya Ibadah. yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari.
Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam
menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang
yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1.
Hukum
I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah
SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin
dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu
Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2.
Hukum
Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan
Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan
lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut
hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3.
Hukum
Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam
kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini
tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yakni:
1.
Hukum
ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT,misalnya
salat, puasa, zakat, dan haji.
2.
Hukum
muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam
sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
Ø Hukum munakahat (pernikahan).
Ø Hukum faraid (waris).
Ø Hukum jinayat (pidana).
Ø Hukum hudud (hukuman).
Ø Hukum jual-beli dan perjanjian.
Ø Hukum tata Negara/kepemerintahan
Ø Hukum makanan dan penyembelihan.
Ø Hukum aqdiyah (pengadilan).
Ø Hukum jihad (peperangan).
Ø Hukum dauliyah (antarbangsa).
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan
terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian
Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa
yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat
sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang
membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu
dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli
hadis mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk
ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa
Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan,
perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist
memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah
tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
1.
Yang
bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
2.
Yang
bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3.
Yang
bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4.
Isyarat
Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
5.
Menghendaki
penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat
sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang
selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
Kedudukan Hadist sebagai sumber ajaran Islam selain
didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan Hadist juga didasarkan kepada
pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk
menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup
maupun setelah beliau wafat.
Macam-macam dan pembagian Hadits
Hadits dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
1.
Hadits mutawatir
Hadits mutawatir ialah hadits yang
diriwayat oleh rawi yang banyak dan tidak mungkin mereka mufakat berbuat dusta
pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah mereka.
1)
Pembagian hadits mutawatir
a) Mutawatir lafzi, ialah hadits yang
serupa lafaz dan maknanya dari setiap rawi.
b) Mutawatir maknawi, ialah hadits yang
berbagai-bagai lafaz dan makna, akan tetapi didalamnya ada satu bagian yang
sama bagian yang sama tujuannya.[11]
2.
Hadits ahad
Hadits ahad ialah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang atau lebih tidak kebatasan hadits mutawatir Hadits
ini tidak sampai kederajat mutawatir yaitu Shahih, hasan, dhaif.
Pembagian hadits ahad
a) Hadits shahih ialah hadits yang
berhubungan sanadnya, diriwayatkan oleh yang adil dan dhabith dari orang yang
seumpanya, terpelihara dari perjanjian bersih dari cacat yang memburukkan.
b) Hadits hasan ialah hadits yang
dihubungkan sanad diriwayatkan oleh orang yang adil yang kurang dhabitnya,
terpelihara dari perjanjian dan bersih dari cacat yang memburukkan.
Hadits dhaif ialah hadits yang
kurang satu syarat atau lebih diantara syarat-syarat hadits shahih dan hasan
atau dalam sanadnya ada orang yang bercacat
Hubungan
Hadits dan Alquran
Al-hadits didefinisikan oleh pada umumnya ulama seperti
definisi Al-Sunnah sebagai “Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad
saw., baik ucapan, perbuatan dan taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan
psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudahnya.” Ulama ushul fiqh,
membatasi pengertian hadis hanya pada “ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw. yang
berkaitan dengan hukum”; sedangkan bila mencakup pula perbuatan dan taqrir
beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai Al-Sunnah.
Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama ushul tersebut, dapat
dikatakan sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi
kewajiban menaatinya dengan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu
Al-Quran.
Adapun fungsi As-Sunnah terhadap Alquran ditinjau dari segi penggunaan hujjah
dan pengambilan hukum-hukum syari’at bahwa As-Sunnah itu sebagai sumber hukum
yang sederajat lebih rendah dari Alquran.
Adapun fungsi As-Sunnah./hadis terhadap Alquran dari segi materi hukum yang
terkandung di dalamnya Ada tiga macam, yakni:
a) Menguatkan (mu’akkid) hukum suatu
peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya di dalam Alquran.
b) Memberikan keterangan (bayan)
terhadap ayat-ayat Alquran.
Menciptakan hukum baru yang tiada terdapat didalam
Alquran.
Dewasa ini kaum muslimin banyak belum mengerti dan memahami
hakekat sumber hukum yang menjadi rujukannya dalam beragama. Ironisnya
pernyataan sumber hukum Islam adalah al-Qur`an dan sunnah serta Ijma’dan Qiyas
merupakan hal yang sudah umum di masyarkat. Namun itu hanya sekedar slogan
tanpa diketahui hakekatnya sehingga banyak para da’I dan tokoh agama berfatwa
menyelisihi sumber-sumber hukum tersebut.
Padahal sudah sangat jelas kedudukan Ijma’ dalam agama ini,
karena ijma’ adalah salah satu dasar yang menjadi sumber rujukan, pedoman dan
sumber dasar hukum syari’at yang mulia ini setelah Al Qur`an dan Sunnah. Ijma’
bersumber dari Al Qur`an dan Sunnah, menjadi penguat kandungan keduanya dan
penghapus perselisihan yang ada diantara manusia dalam semua perselisihan
mereka.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Ijma’ adalah sumber
hukum ketiga yang dijadikan pedoman dalam ilmu dan agama, mereka menimbang
seluruh amalan dan perbuatan manusia baik batiniyah maupun lahiriyah yang
berhubungan dengan agama dengan ketiga sumber hokum ini”. (lihatSyarh
al-‘Aqidah al-Wasithiyah, Khalid al-Mushlih hal. 203)
Ijma’ menjadi sesuatu yang ma’shum dari kesalahan
dengan dasar firman Allah dan Sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam.
lihatlah
firman Allah:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. danmengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali“. (QS. An-Nisaa’ 4:115)
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. danmengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali“. (QS. An-Nisaa’ 4:115)
dan
sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
لاََََ تَجْتَمِعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ
“Umatku tidak akan berkumpul (sepakat) diatas kesesatan”.
“Umatku tidak akan berkumpul (sepakat) diatas kesesatan”.
(HR. Asy-Syafi’I dalam Ar-Risalah)
Karenanya Syaikhul Islam menyatakan: “Agama kaum muslimin
dibangun diatas ittiba’ kepada al-Qur`an dan Sunnah Rasululloh serta
kesepakatan umat (ijma’). Maka ketiga ini adalah sumber hukum yang ma’shum”.
(lihatDar’u Ta’arudh al-‘Aql wa an-Naql, 1/272).
Demikianlah Allah Ta’ala menyatukan hati umat ini dengan
Ijma’ sebagai rahmat dan karunia dariNya.Ijma’ umat ini dalam mayoritas dasar
dan pokok agama dan banyak dari masalah furu’nya menjadi sebab kesatuan kaum
muslimin, penyempitan lingkaran perselisihan dan pemutus perbedaan pendapat
diantara orang yang berbeda pendapat.
Oleh karena itu,wajib bagi orang yang ingin selamat dari
ketergelinciran dan kesalahan untuk mengetahui ijma’ (konsensus) kaum muslimin
dalam permasalahan agama agar dapat berpegang teguh (komitmen) dan mengamalkan
tuntutannya setelah benar-benar selamat dari penyimpangan (tahrif) dan
memastikan kebenaran penisbatannya (penyandarannya) kepada syari’at serta tidak
dibenarkan menyelisihinya setelah mengetahui ijma’ tersebut.
Para imam (ulama besar) umat ini
telah sepakat memvonis sesat orang yang menyelisihi konsensus umat ini dalam
satu permasalahan agama.Bahkan bisa menjadi sebab vonis kafir dan murtad dalam
beberapa keadaan tertentu.
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan
tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri
berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i
dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan
sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila
ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist,
maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap
mengacu pada Alquran dan hadist.
Ijtihad
merupakan dinamika Islam untuk menjawab tantangan zaman.Ia adalah “semangat
rasionalitas Islam” dalam rangka hidup dan kehidupan modern yang kian kompleks
permasalahannya. Banyak masalah baru yang muncul dan tidak pernah ada semasa hayat
Nabi Muhammad Saw. Ijtihad diperlukan untuk merealisasikan ajaran Islam
dalam segala situasi dan kondisi.
Kedudukan
Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam atau sumber hukum Islam ketiga
setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat
Tirmidzi dan Abu Daud)
Pada dasarnya,
semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran,
As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai
disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang
integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam.Hasil Ijtihad mereka
dikenal sebagai fatwa.Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau
kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan.
Dalam hal
penggunaan potensi akal dalam kehidupan beragama, Mujtahid merupakan tingkatan
tertinggi, di bawahnya adalah Muttabi’ dan Muqallid.
Muttabi’
artinya mengikuti fatwa atau ijma’ secara kritis, yakni berusaha memikirkan, menimbang-nimbang,
dan membandingkannya dengan fatwa lain, lalu memilih mana yang dianggap paling
benar.Pekerjaan Muttabi’ disebut Ittiba’.
Muqallid
artinya mengikuti sebuah fatwa apa adanya sebagai hal yang wajib ditaati atau
diikuti, dengan tidak menggunakan pertimbangan rasio dan tidak berusaha
mengetahui sumber fatwa itu dikeluarkan. Pekerjaan Muqallid disebut Taklid.Pekerjaan
demikian tercela dalam ajaran Islam karena Islam mengajarkan penggunaan potensi
akal seoptimal mungkin.
Para ulama
Madzhab yang terkenal dan terbanyak pengikutnya di antara ulama-ulama lain,
yakni Imam Abu Hanifah (699 H/767 M), Imam Malik (714 H/798 M), Imam Syafi’i
(767 H/854 M), dan Imam Ahmad bin Hambal (780 H/855 M) yang dikenal dengan Madzahibul
Arba’ah (Aliran Empat), melarang umat Islam bertaklid buta kepada mereka:
“Tidak
halal bagi seseorang berpendapat dengan pendapat kami sehingga ia mengetahui
darimana sumber pendapat kami itu” (Abu Hanifah).
“Aku
ini hanyalah seorang manusia yang mungkin salah dan mungkin benar.Maka koreksilah
pendapatku.Segala yang sesuai dengan Quran dan Sunnah, ambillah, dan segala
yang tidak sesuai dengan Quran dan Sunnah, tinggalkanlah!” (Imam Malik).
“Apa
yang telah kukatakan padahal bertentangan dengan perkataan Nabi, maka apa yang
sahih dari Nabi itulah yang lebih patut kamu ikuti.Janganlah kamu taklid
kepadaku (La Tuqalliduni)!”
“Jangan
kamu taklid kepadaku (La Tuqallid ni)! Jangan pula kepada Malik, jangan
kepada Syafi’i, dan jangan kepada Ats-Tsauri! Ambillah dari sumber mana mereka
itu mengambil!” (Ahmad bin Hambal)
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ada sejumlah metode dalam pelaksanaan Ijtihad,
yakni Qiyas, Mashalih Mursalah, Istinbath, Ijma’, dan Istihsan
1.
Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan
kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan
suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab
akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa
perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena
dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama
menyakiti hati orang tua.
2.
Istihsan yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya
yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk
mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara
yang menurut logika dapat dibenarkan.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
3. Mushalat Murshalah yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
3. Mushalat Murshalah yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
4.
Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut
istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram
demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti
ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk
bahkan menjadi kebiasaan.
5.
Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah
ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum
tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau
belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan
sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah
bila tidak berwudhu.
6.
Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli
menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa
mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan
pembeli.
2.4 Kesimpulan
Kesimpulkan Makalah ini adalah bahwa sumber-sumber ajaran islam terdiri dari ajaran islam primer dan skunder. Primer terdiri dari Al-Qur’an dan Hadist sedangkan Skunder terdiri Ijtihad
Kesimpulkan Makalah ini adalah bahwa sumber-sumber ajaran islam terdiri dari ajaran islam primer dan skunder. Primer terdiri dari Al-Qur’an dan Hadist sedangkan Skunder terdiri Ijtihad
2.5 Saran
Kajian tentang makalah SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM ini akan memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para pendidik dapat memahami dan pada giliranya kelak terhadap dinamika pendidikan itu sendiri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM itu sendiri.
Demikianlah makalah kami yang berjudul SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM kami menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun kami terima. Semoga makalah ini sangat berguna bagikita semua . Amin
Kajian tentang makalah SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM ini akan memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para pendidik dapat memahami dan pada giliranya kelak terhadap dinamika pendidikan itu sendiri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM itu sendiri.
Demikianlah makalah kami yang berjudul SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM kami menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun kami terima. Semoga makalah ini sangat berguna bagikita semua . Amin
2.
http\\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian
al-qur’an
3.
Alquran
dan Terjemahannya, 1971: Saudi Arabia
4.
M.Quraish
Shihab, Membumikan Alquran
5.
Syuhudi
Ismail, Ilmu Hadist
6.
sitinuralfiah.wordpress.com/.../sumber-sumber-hukum
7.
Nazar bakry, fiqh dan ushul fiqh, --Ed.
1. Cet. 4.—Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, 2003, h. 40.
9.
Satria effendi. M. Zein, ushul fiqh, --Ed.
1. Cet. 2. – Jakarta: PT Kencana, 2008. h. 118.
10.
Nazar bakry, fiqh dan ushul fiqh,.. h.
42.
11.
Ibid.,h. 43.
12.
Khairul umam, ushul fiqh 1, -- Cet.
2. Jakarta: CV Pustaka Setia, 2000. h. 64-65.