Total Pageviews

Tuesday, April 12, 2016

FADILAH PUASA DI BULAN RAJAB

Bulan Rajab adalah salah bulan Haram (suci) sebagaimana Firman Allah Ta’ala terkait dengannya:


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ  (سورة التوبة: 36)
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang  lurus, 
maka  janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)

Bulan-bulan Haram adalah Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 4662 dan Muslim, 1679 dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:



السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا , مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ , ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ , وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya (ada) empat bulan Haram, tiga (bulan) berurutan, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharam serta Rajab Mudhar yang terdapat di antara (bulan) Jumadi Tsani dan Sya’ban.”

Bulan-bulan ini dinamakan bulan haram karena dua hal;



1.Karena pada bulan-bulan ini diharamkan berperang, kecuali musuh memulai (perang).
2.Sebagai penghormatan. Maksudnya jika ada perbuatan yang haram dilanggar, maka pada bulan-bulan ini bobotnya lebih berat dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala memperingatkan agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan pada bulan-bulan ini, berdasarkan firmanNya: “Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” QS. At-Taubah: 36, meskipun melakukan kemaksiatan diharamkan dan dilarang pada bulan-bulan ini dan lainnya, akan tetapi pada bulan-bulan ini sangat diharamkan.
As-Sya’di rahimahullah berkata (dalam tafsirnya) pada hal. 373: “Firman Allah;

                                                                                        ‘فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
" Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."

Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada dua belas bulan. Dengan demikian,
Allah menjelaskan bahwa bulan-bulan tersebut telah ditetapkan ketentuannya  bagi para hamba-Nya, agar mereka meramaikannya dengan ketaatan (kepadaNya) seraya bersyukur kepada Allah atas karunia yang Dia berikan kepadanya serta mengarahkannya untuk kebaikan para hamba dan agar tidak  melakukan perbuatan aniaya terhadap diri sendiri di dalamnya.

Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada empat bulan Haram. Ini berarati merupakan larangan khusus bagi mereka untuk berbuat zalim pada bulan-bulan itu, meskipun larangan berbuat zalim berlaku bagi setiap waktu.  Karena bobot keharamannya (di bulan haram) bertambah dan karena kezaliman pada (bulan-bulan haram) lebih berat dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.”

Adapun puasa pada bulan Rajab, tidak ada ketetapan dari hadits yang shahih tentang keutamaan puasa dengan cara khusus atau suatu puasa apapun. Maka, apa yang dilakukan sebagian orang dengan mengkhususkan beberapa hari di (bulan rajab) dengan berpuasa seraya meyakini keutamaannya dibandingkan dengan (bulan-bulan) lain, adalah tidak ada asalnya dalam agama.

Memang ada sabda dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan dianjurkan berpuasa di bulan-bulan Haram (dan Rajab termasuk bulan Haram), sebagaimana Beliau sallallahu alaihi wa sallam bersabada:
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ  (رواه أبو داود ، رقم 2428 وضعفه الألباني في ضعيف أبي داود)

“Berpuasalah di (bulan-bulan) Haram dan tinggalkanlah.”  (HR. Abu Daud, 2428 dan dilemahkan  oleh  Al-Bany dalam kitab Dhaif Abu Daud)

Hadits ini –kalaupun shahih- menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan-bulan Haram. Maka, barangsiapa berpuasa di bulan Rajab ini, lalu dia juga berpuasa di bulan-bulan Haram lainnya, maka  hal itu tidak mengapa. Sedangkan jika dikhusukan berpuasa pada bulan Rajab, maka tidak (dibolehkan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam ‘Majmu’ Fatawa, 25/290: “Adapun  berpuasa di Bulan Rajab secara khusus, semua haditsnya adalah lemah, bahkan palsu. Sedikitpun tidak dijadikan landasan oleh para ulama. Dan juga bukan kategori hadits lemah yang dapat diriwayatkan dalam bab   amalan utama (fadha'ilul a'mal). Mayoritasnya adalah hadits-hadits palsu dan dusta. Terkait riwayat yang terdapat dalam Musnad dan (kitab hadits) lainnya dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, bahwa  beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan-bulan Haram yaitu Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram, yang dimaksud adalah anjuran berpuasa pada empat bulan semunya, bukan khusus Rajab.”
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah kebohongan yang diada-adakan.” (Al-Manar Al-Munif, hal. 96)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Tabyinul Ujab, hal. 11: “Tidak ada hadits shahih yang layak dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, tidak juga dalam puasanya atau puasa tertentu , begitu juga (tidak ada) qiyamullail tertentu di dalamnya."

Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata dalam kitab Fiqih Sunnah, 1/383: “Puasa Rajab tidak ada keutamaan tambahan dibandingkan dengan (bulan-bulan) lainnya. Hanya saja ia termasuk bulan Haram. Tidak ada dalam sunnah yang shahih bahwa berpuasa mempunyai keutamaan khusus. Adapun (hadits) yang ada tentang hal itu, tidak dapat dijadikan hujjah.”

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang puasa dan qiyam pada malanya di hari kedua puluh tujuh di bulan Rajab, maka beliau menjawab:  ”Puasa dan qiyam pada malam di hari kedua puluh tujuh di bulan Rajab  serta mengkhususkan untuk itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Majmu  Fatawa Ibnu Utsaimin
---------------------------
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Ketahuilah bahwa
bulan Rajab itu adalah bulan ALLAH, maka:

* Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas,
  maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari ALLAH SWT
* Dan barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab 1427/Isra Mi’raj akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa;
* Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan
  di sisi ALLAH SWT;
* Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3
  Rajab ( 3,4,5 Juni 2011 ) maka ALLAH akan memberikan pahala seperti 900
  tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat;
* Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insyaallah permintaannya
  akan dikabulkan;
* Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh
  pintu neraka Jahanam dan barang siapa berpuasa delapan hari maka akan
  dibukakan delapan pintu syurga;
* Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka ALLAH akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan kesemua kejahatannya
dengan kebaikan, dan barang siapa yang menambah (hari-hari puasa) maka ALLAH
akan menambahkan pahalanya.”

Sabda Rasulullah SAW lagi :
“Pada malam Mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari
madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya
bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”
Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang
membaca salawat untuk engkau dibulan Rajab ini”.

Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita :
“Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW ke sebuah kubur, lalu
Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau
berdoa kepada ALLAH SWT. Lalu saya bertanya kepada beliau:”Ya Rasulullah
mengapakah engkau menangis?” Lalu beliau bersabda :”Wahai Tsauban, mereka itu
sedang disiksa dalam kubur nya, dan saya berdoa
kepada ALLAH, lalu ALLAH meringankan siksa atas mereka”.

Sabda beliau lagi: “Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau
berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka
tidak akan disiksa di dalam kubur.”

Tsauban bertanya: “Ya Rasulullah,apakah hanya berpuasa satu hari dan
beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa
kubur?” Sabda beliau: “Wahai Tsauban, demi ALLAH Zat yang telah mengutus saya
sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu
hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan
Rajab dengan niat karena ALLAH, kecuali ALLAH mencatatkan baginya seperti
berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun.”

Sabda beliau lagi: “Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya’ban Adalah
bulan aku dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku”. “Semua manusia akan berada
dalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi,keluarga nabi dan
orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab,
Sya’ban dan bulan Ramadhan.

Maka sesungguhnya mereka kenyang, serta tidak akan merasa lapar dan haus
bagi mereka.”


Wassalamu’alaikum wr.wb,

Sumber Facebook & islamqa.info 

Thursday, December 3, 2015

AL-QUR'AN Dapat Meningkatkan IQ





“Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Al-Qur’an…”.
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan.
Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Qur’an.
Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.
Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur’an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur’an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).
Mahabenar Allah yang telah berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. 7: 204).
sumber:(zilzaal/arrahmah.com)

Friday, December 19, 2014

makalah ushul fiqih (sumber ajaran islam sekunder)

DAFTAR ISI

 
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.
Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.        Memenuhi salah satu tugas Metodologi Study Islam
2.        Mengetahui peranan mahasiswa dalam pembelajaran Metodologi Islam di Indonesia
3.        Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesional yang diperlukan mahasiswa untuk menunjang tanggung jawab sebagai mahasiswa fakultas Pendidikan Agama Islam



BAB II
PEMBAHASAN

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya Ibadah. yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari.
Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1.        Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2.        Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3.        Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1.        Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT,misalnya salat, puasa, zakat, dan haji.
2.         Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
Ø  Hukum munakahat (pernikahan).
Ø  Hukum faraid (waris).
Ø  Hukum jinayat (pidana).
Ø  Hukum hudud (hukuman).
Ø  Hukum jual-beli dan perjanjian.
Ø  Hukum tata Negara/kepemerintahan
Ø  Hukum makanan dan penyembelihan.
Ø  Hukum aqdiyah (pengadilan).
Ø  Hukum jihad (peperangan).
Ø  Hukum dauliyah (antarbangsa).
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
1.        Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
2.        Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3.        Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4.        Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang
5.        Menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.



Kedudukan Hadist sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan Hadist juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Macam-macam dan pembagian Hadits
Hadits dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
1.       Hadits mutawatir
Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayat oleh rawi yang banyak dan tidak mungkin mereka mufakat berbuat dusta pada hadits itu, mengingat banyaknya jumlah mereka.
1)      Pembagian hadits mutawatir
a)      Mutawatir lafzi, ialah hadits yang serupa lafaz dan  maknanya dari setiap rawi.
b)      Mutawatir maknawi, ialah hadits yang berbagai-bagai lafaz dan makna, akan tetapi didalamnya ada satu bagian yang sama bagian yang sama tujuannya.[11]
2.      Hadits ahad
Hadits ahad ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tidak kebatasan hadits mutawatir Hadits ini tidak sampai kederajat mutawatir yaitu Shahih, hasan, dhaif.
Pembagian hadits ahad
a)      Hadits shahih ialah hadits yang berhubungan sanadnya, diriwayatkan oleh yang adil dan dhabith dari orang yang seumpanya, terpelihara dari perjanjian bersih dari cacat yang memburukkan.
b)      Hadits hasan ialah hadits yang dihubungkan sanad diriwayatkan oleh orang yang adil yang kurang dhabitnya, terpelihara dari perjanjian dan bersih dari cacat yang memburukkan.
Hadits dhaif ialah hadits yang kurang satu syarat atau lebih diantara syarat-syarat hadits shahih dan hasan atau dalam sanadnya ada orang yang bercacat
Hubungan Hadits dan Alquran
Al-hadits didefinisikan oleh pada umumnya ulama seperti definisi Al-Sunnah sebagai “Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad saw., baik ucapan, perbuatan dan taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudahnya.” Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadis hanya pada “ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan hukum”; sedangkan bila mencakup pula perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai Al-Sunnah. Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama ushul tersebut, dapat dikatakan sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi kewajiban menaatinya dengan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu Al-Quran.
             Adapun fungsi As-Sunnah terhadap Alquran ditinjau dari segi penggunaan hujjah dan pengambilan hukum-hukum syari’at bahwa As-Sunnah itu sebagai sumber hukum yang sederajat lebih rendah dari Alquran.
             Adapun fungsi As-Sunnah./hadis terhadap Alquran dari segi materi hukum yang terkandung di dalamnya Ada tiga macam, yakni:
a)      Menguatkan (mu’akkid) hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya di dalam Alquran.
b)      Memberikan keterangan (bayan) terhadap ayat-ayat Alquran.
Menciptakan hukum baru yang  tiada terdapat didalam Alquran.
Dewasa ini kaum muslimin banyak belum mengerti dan memahami hakekat sumber hukum yang menjadi rujukannya dalam beragama. Ironisnya pernyataan sumber hukum Islam adalah al-Qur`an dan sunnah serta Ijma’dan Qiyas merupakan hal yang sudah umum di masyarkat. Namun itu hanya sekedar slogan tanpa diketahui hakekatnya sehingga banyak para da’I dan tokoh agama berfatwa menyelisihi sumber-sumber hukum tersebut.
Padahal sudah sangat jelas kedudukan Ijma’ dalam agama ini, karena ijma’ adalah salah satu dasar yang menjadi sumber rujukan, pedoman dan sumber dasar hukum syari’at yang mulia ini setelah Al Qur`an dan Sunnah. Ijma’ bersumber dari Al Qur`an dan Sunnah, menjadi penguat kandungan keduanya dan penghapus perselisihan yang ada diantara manusia dalam semua perselisihan mereka.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Ijma’ adalah sumber hukum ketiga yang dijadikan pedoman dalam ilmu dan agama, mereka menimbang seluruh amalan dan perbuatan manusia baik batiniyah maupun lahiriyah yang berhubungan dengan agama dengan ketiga sumber hokum ini”. (lihatSyarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, Khalid al-Mushlih hal. 203)
Ijma’ menjadi sesuatu yang ma’shum dari kesalahan dengan dasar firman Allah dan Sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam.
lihatlah firman Allah:
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. danmengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali“. (QS. An-Nisaa’ 4:115)
dan sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
لاََََ تَجْتَمِعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلاَلَةٍ
“Umatku tidak akan berkumpul (sepakat) diatas kesesatan”.
 (HR. Asy-Syafi’I dalam Ar-Risalah)
Karenanya Syaikhul Islam menyatakan: “Agama kaum muslimin dibangun diatas ittiba’ kepada al-Qur`an dan Sunnah Rasululloh serta kesepakatan umat (ijma’). Maka ketiga ini adalah sumber hukum yang ma’shum”. (lihatDar’u Ta’arudh al-‘Aql wa an-Naql, 1/272).
Demikianlah Allah Ta’ala menyatukan hati umat ini dengan Ijma’ sebagai rahmat dan karunia dariNya.Ijma’ umat ini dalam mayoritas dasar dan pokok agama dan banyak dari masalah furu’nya menjadi sebab kesatuan kaum muslimin, penyempitan lingkaran perselisihan dan pemutus perbedaan pendapat diantara orang yang berbeda pendapat.
Oleh karena itu,wajib bagi orang yang ingin selamat dari ketergelinciran dan kesalahan untuk mengetahui ijma’ (konsensus) kaum muslimin dalam permasalahan agama agar dapat berpegang teguh (komitmen) dan mengamalkan tuntutannya setelah benar-benar selamat dari penyimpangan (tahrif) dan memastikan kebenaran penisbatannya (penyandarannya) kepada syari’at serta tidak dibenarkan menyelisihinya setelah mengetahui ijma’ tersebut.
Para imam (ulama besar) umat ini telah sepakat memvonis sesat orang yang menyelisihi konsensus umat ini dalam satu permasalahan agama.Bahkan bisa menjadi sebab vonis kafir dan murtad dalam beberapa keadaan tertentu.
Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.
Ijtihad merupakan dinamika Islam untuk menjawab tantangan zaman.Ia adalah “semangat rasionalitas Islam” dalam rangka hidup dan kehidupan modern yang kian kompleks permasalahannya. Banyak masalah baru yang muncul dan tidak pernah ada semasa hayat Nabi Muhammad Saw.  Ijtihad diperlukan untuk merealisasikan ajaran Islam dalam segala situasi dan kondisi.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam atau sumber  hukum Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud)
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga  berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam.Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa.Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan.
Dalam hal penggunaan potensi akal dalam kehidupan beragama, Mujtahid merupakan tingkatan tertinggi, di bawahnya adalah Muttabi’ dan Muqallid.
Muttabi’ artinya mengikuti fatwa atau ijma’ secara kritis, yakni berusaha memikirkan, menimbang-nimbang, dan membandingkannya dengan fatwa lain, lalu memilih mana yang dianggap paling benar.Pekerjaan Muttabi’ disebut Ittiba’.
Muqallid artinya mengikuti sebuah fatwa apa adanya sebagai hal yang wajib ditaati atau diikuti, dengan tidak menggunakan pertimbangan rasio dan tidak berusaha mengetahui sumber fatwa itu dikeluarkan. Pekerjaan Muqallid disebut Taklid.Pekerjaan demikian tercela dalam ajaran Islam karena Islam mengajarkan penggunaan potensi akal seoptimal mungkin.
Para ulama Madzhab yang terkenal dan terbanyak pengikutnya di antara ulama-ulama lain, yakni Imam Abu Hanifah (699 H/767 M), Imam Malik (714 H/798 M), Imam Syafi’i (767 H/854 M), dan Imam Ahmad bin Hambal (780 H/855 M) yang dikenal dengan Madzahibul Arba’ah (Aliran Empat), melarang umat Islam bertaklid buta kepada mereka:
“Tidak halal bagi seseorang berpendapat dengan pendapat kami sehingga ia mengetahui darimana sumber pendapat kami itu” (Abu Hanifah).
“Aku ini hanyalah seorang manusia yang mungkin salah dan mungkin benar.Maka koreksilah pendapatku.Segala yang sesuai dengan Quran dan Sunnah, ambillah, dan segala yang tidak sesuai dengan Quran dan Sunnah, tinggalkanlah!” (Imam Malik).
“Apa yang telah kukatakan padahal bertentangan dengan perkataan Nabi, maka apa yang sahih dari Nabi itulah yang lebih patut kamu ikuti.Janganlah kamu taklid kepadaku (La Tuqalliduni)!”
“Jangan kamu taklid kepadaku (La Tuqallid ni)! Jangan pula kepada Malik, jangan kepada Syafi’i, dan jangan kepada Ats-Tsauri! Ambillah dari sumber mana mereka itu mengambil!” (Ahmad bin Hambal)
Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ada sejumlah metode dalam pelaksanaan Ijtihad, yakni Qiyas, Mashalih Mursalah, Istinbath, Ijma’, dan Istihsan
1. Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
2. Istihsan yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
3. Mushalat Murshalah yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
4. Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
5. Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
6. Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.



2.4 Kesimpulan
Kesimpulkan Makalah ini adalah bahwa sumber-sumber ajaran islam terdiri dari ajaran islam primer dan skunder. Primer terdiri dari Al-Qur’an dan Hadist sedangkan Skunder terdiri Ijtihad
2.5 Saran
Kajian tentang makalah SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM ini akan memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para pendidik dapat memahami dan pada giliranya kelak terhadap dinamika pendidikan itu sendiri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM itu sendiri.
Demikianlah makalah kami yang berjudul SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM kami menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun kami terima. Semoga makalah ini sangat berguna bagikita semua . Amin













1.        ”Ijtihad,” http://www.wikipedia.com. 26 September 2008
2.        http\\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
3.        Alquran dan Terjemahannya, 1971: Saudi Arabia
4.        M.Quraish Shihab, Membumikan Alquran
5.        Syuhudi Ismail, Ilmu Hadist
6.        sitinuralfiah.wordpress.com/.../sumber-sumber-hukum
7.        Nazar bakry, fiqh dan ushul fiqh, --Ed. 1. Cet. 4.—Jakarta: PT RajaGrapindo Persada, 2003, h. 40.
8.        [2]Ibid.,h. 41.
9.        Satria effendi. M. Zein, ushul fiqh, --Ed. 1. Cet. 2. – Jakarta: PT Kencana, 2008. h. 118.
10.    Nazar bakry, fiqh dan ushul fiqh,.. h. 42.
11.    Ibid.,h. 43.
12.    Khairul  umam, ushul fiqh 1, -- Cet. 2. Jakarta: CV Pustaka Setia, 2000. h. 64-65.